Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Australia akan membangun kantor khusus pertama di dunia yang mengawasi operasional Facebook dan Google di negaranya. Langkah ini merupakan bagian dari reformasi pemerintah untuk mengendalikan dua raksasa teknologi AS tersebut.
Langkah ini memperketat peraturan pada platform online, yang membuat pemerintah AS hingga Eropa berebut untuk mengatasi masalah mulai dari masalah anti-trust hingga penyebaran "berita palsu" dan seruan kebencian.
Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan denda sebanyak US$5 miliar dikenakan kepada Facebook di AS bulan ini karena pelanggaran privasi. Ini menunjukkan bahwa para regulator tengah menangani masalah seperti ini dengan sangat serius.
"Perusahaan-perusahaan ini adalah yang paling kuat dan bernilai di dunia. Mereka perlu dimintai pertanggungjawaban dan kegiatan mereka harus lebih transparan," kata Frydenberg, Jumat (26/07/2019).
Australia akan membentuk unit spesial di bawah lembaga pengawasan antitrust, Australian Competition and Consumer Commission (ACCC).
Unit spesial ini bertugas meneliti dengan cermat bagaimana dua perusahaan menggunakan algoritma untuk mencocokkan iklan dengan konsumennya. Sistem ini telah memberikan Facebook dan Google sumber penghasilan utama.
Baca Juga
Pendirian spesial unit ini merupakan salah satu dari 23 rekomendasi dalam laporan ACCC. Adapun, rekomendasi ACCC termasuk a.l. memperkuat undang-undang privasi, perlindungan untuk media berita dan membuat kode etik untuk mengatur bagaimana raksasa internet mendapat untung dari konten pengguna.
Frydenberg mengatakan pemerintah bermaksud 'menguak tabir' tentang bagaimana perusahaan mengumpulkan dan memonetisasi data pengguna.
Oleh karena itu, pemerintah menerima kesimpulan utama ACCC bahwa ada kebutuhan untuk reformasi di dalam pengaturan kegiatan kedua perusahaan tersebit.
Proposal pendirian ini akan melalui proses konsultasi publik selama 12 minggu sebelum pemerintah mengambil keputusan.
Google dan Facebook selama ini telah menentang regulasi yang ketat terhadap kegiatannya, sementara bos media konvensional besar di AS Rupert Murdoch justru mendukung reformasi tersebut.