Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia perlu banyak sosok panutan dan tidak menempatkan pemilihan presiden sebagai segala-galanya.
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 Jimly Asshidiqie menyebut sistem kelembagaan internal pemerintahan Indonesia yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus diperkuat.
Menurut Jimly, saat ditemui di Gedung Pakarti, Jakarta, Kamis (25/7/2019), Indonesia perlu banyak sosok yang bisa menjadi panutan pada pembentukan sistem internal. Dengan begitu, jika pemimpinnya berganti, kekuatan demokrasi negara tidak terpengaruh.
Membangun sistem internal, ujar Jimly, pada akhirnya ketika sistem internal tersebut sudah kuat maka orang (pemimpin) bisa datang dan pergi.
"Jadi prinsip negara hukum Pancasila begitu, leadership itu sistem, sedangkan orang itu teladan, role model," lanjut Jimly.
Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu mencontohkannya dengan Pilpres 2019. Menurut Jimly internal yang belum kuat berakibat pada terpakunya rakyat Indonesia pada satu sosok.
Baca Juga
Presiden, lanjutnya, merupakan seorang role model yang akan berganti pada setiap periode atau maksimal dua tahun periode jabatan. Namun, lanjut Jimly, presiden hanya lambang kepemimpinan sedangkan sistemnya akan selalu sama.
"Kepemimpinan akan terus berganti tapi sistemnya tetap, jadi kita jangan terpaku pada orangnya. Negara kita harus jalan terus, ini perahu kapal besar Republik Indonesia kita harus jalan terus, kita modernisasi," tutur Jimly.
Lebih lanjut Jimly juga meminta agar masyarakat bisa merajut kembali kebersamaan usai polarisasi yang terbentuk pada pemilu lalu.
"Mengenai pemilihan presiden, jangan dianggap segala-galanya. Itu kan pergiliran kekuasaan, itulah demokrasi," ujar Jimly.