Bisnis.com, JAKARTA -- Data ekonomi Singapura secara tidak terduga menunjukkan kontraksi yang memberikan peringatan bagi perdagangan dunia di tengah meningkatnya ketegangan dagang serta kepercayaan diri dan kegiatan bisnis yang lesu.
Angka produk domestik bruto (PDB) negara yang bergantung pada ekspor tersebut turun menjadi 3,4% pada kuartal II/2019 dari 3,8% pada kuartal sebelumnya, ini merupakan penurunan terbesar sejak 2012.
Realisasi ini juga lebih buruk dari proyeksi pertumbuhan 0,5% yang mengacu pada survei Bloomberg dan berbanding terbalik dari ekspansi pada kuartal sebelumnya.
Sama halnya dengan ekonomi Korea Selatan, yang sudah lebih dulu terkontraksi pada kuartal pertama, Singapura sering dianggap sebagai acuan atau penentu permintaan global karena ketergantungan mereka pada perdagangan luar negeri.
Data tersebut dirilis menjelang pengumuman angka perdagangan serta angka PDB kuartalan China, yang kemungkinan akan menunjukkan pelemahan ekonomi yang signifikan.
"Singapura merupakan penanda awal dari sebuah bahaya, sebagai sebuah negara yang sangat terbuka dan sensitif terhadap perdagangan. Data tersebut menunjuk pada risiko perlambatan yang makin dalam untuk negara Asia lainnya," ujar ekonom Maybank Kim Eng Research Pte. Chua Hak Bin di Singapura, seperti dikutip melalui Bloomberg, Jumat (12/7/2019).
Di seluruh Asia dan Eropa, aktivitas pabrik menyusut pada Juni, sedangkan ekonomi Amerika Serikat hanya menunjukkan sedikit ekspansi.
Menurut International Monetary Fund, Asia adalah mesin pertumbuhan dunia dan memberikan kontribusi lebih dari 60% dari PDB global.
Rob Subbaraman, Kepala Penelitian Makro Global dan Pasar Global di Nomura Holdings Inc., mengatakan bahwa penurunan PDB yang besar bukan pertanda baik bagi negara-negara Asia lainnya.
Integrasi Singapura yang rumit dalam rantai pasokan regional dan global membuatnya rentan terhadap perlambatan pertumbuhan dunia dan perang tarif.
Ekspor Singapura, yang memiliki pangsa sebesar 176% dari total PDB, telah mengalami pelemahan sejak beberapa bulan terakhir, di mana pengiriman mengalami penurunan paling banyak pada Mei sejak awal 2013.
"Tanda-tanda resesi teknis itu nyata. Kami kira tidak akan sedalam ini, tetapi risiko terus meningkat," kata Chua.
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, pertumbuhan PDB Singapura telah melambat 0,1% pada kuartal kedua tahun ini. Lebih rendah dari perkiraan median 1,1% dalam survei Bloomberg.
Data ekonomi yang dirilis oleh Kementerian Perdagangan Singapura adalah perkiraan tingkat lanjut berdasarkan data selama 2 bulan pertama, yang kemungkinan akan direvisi ketika proyeksi final akan dipublikasikan pada bulan depan.
Menyusul data ini, dolar Singapura tercatat turun sebanyak 0,1% menjadi 1,3588 terhadap dolar AS.
Di sampaing ketegangan perdagangan, lonjakan tren pada permintaan teknologi pendingin turut membebani prospek ekonomi.