Bisnis.com, JAKARTA--Ilmuwan Denmark menjumpai lapisan es di Greenland mencair secara tidak lazim pada pekan lalu.
Pekan lalu, suhu di Greenland melonjak jauh di atas tingkat normal, menyebabkan sekitar setengah dari permukaan lapisan esnya mengalami pencairan.
Mengutip BBC, Rabu (19/6/2019), Steffen Olsen, seorang ilmuwan iklim di Danish Meteorological Institute (DMI), mengambil foto pada 13 Juni 2019 ketika kondisi pemanasan ini mencapai puncaknya.
Saat itu, Olsen dan timnya sedang mengambil peralatan dari stasiun cuaca di daerah Inglefield Fjord. Saat mereka berjalan melintasi lautan es setebal 1,2 meter, air menggenang di permukaannya.
Foto kejadian tersebut kemudian diunggah ke Twitter oleh rekannya di DMI, Rasmus Tonboe, yang menyatakan "pelelehan secara cepat" telah berlangsung.
Dalam foto yang dibagikan, terlihat segerombolan anjing yang menarik kereta luncur tengah menyebrangi lautan es dengan penuh genangan air di permukaannya, menuju pegunungan di barat daya Greenland.
Baca Juga
"Karena lautan es padat dengan hampir tidak ada retakan, gambar tersebut memberi kesan anjing-anjing itu berjalan di atas air," kata Martin Stendel, peneliti senior di DMI, kepada BBC.
Pada hari itu, Greenland diperkirakan telah kehilangan setara dengan 2 miliar ton es. Menurut Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa, suhu pada sehari sebelumnya, berada di sekitar 22 derajat Celcius di atas normal. Di Desa Qaanaaq, suhu tercatat 17,3 derajat Celcius.
Sejak itu, foto yang diabadikan Olsen telah dibagikan secara luas di media sosial, memicu kekhawatiran pada skala pelelehan es dan penyebabnya.
Lapisan es di Greenland mencair setiap tahun yang biasanya berlangsung dari Juni hingga Agustus. Musim panas, biasanya di bulan Juli adalah saat mencapai puncaknya. Namun tahun ini, para pakar iklim mengatakan peristiwa mencairnya es itu masih terlalu awal.
"Sangat tidak biasa untuk mencair sebanyak ini di awal musim," kata William Colgan, peneliti senior di Survei Geologi Denmark dan Greenland, kepada BBC.
"Dibutuhkan kondisi yang sangat jarang tetapi mereka menjadi semakin umum," lanjutnya.
Colgan kemudian membandingkan lelehan tahun ini dengan lelehan pada 2012, ketika lelehan es di Greenland mencapai rekornya.
Menurutnya, ada dua faktor yang sama diduga menyebabkan pencairan es pada pekan lalu dan peristiwa bersejarah pada 2012.
Salah satunya adalah tekanan tinggi terhadap di Greenland, menciptakan kondisi yang hangat dan cerah. Faktor lainnya adalah tutupan awan rendah dan hujan salju yang membuat radiasi matahari dapat memanaskan permukaan lapisan es.
Pemanasan global, kata Colgan, sangat berperan dalam peristiwa semacam ini.
"Yang perubahan iklim lakukan adalah meningkatkan peluang terciptanya kondisi cuaca yang dapat mencairkan lapisan es sedemikian banyak," katanya.
Jika tren ini berlanjut, kata Profesor Edward Hanna, seorang ilmuwan iklim di University of Lincoln, lelehan es di Greenland berpotensi mencapai rekornya tahun ini.
Konsekuensinya, katanya, tidak hanya akan dirasakan secara lokal tetapi juga global. Ketika lautan es menghilang, masyarakat lokal yang bergantung padanya untuk transportasi, berburu, dan memancing diperkirakan akan menderita.
Di tingkat global dampak yang terbesar adalah kenaikan permukaan air laut.
"Anda kehilangan sekitar 250 miliar ton es setahun rata-rata. Massa besar dipindahkan dari daratan ke lautan," katanya.
William Colgan mengatakan, kita harus berhati-hati bahwa pencairan pada 13 Juni hanyalah "peristiwa satu hari yang mengejutkan dalam hal besarnya dan terjadi sangat dini".
Sebagaimana yang ditunjukkan penelitian, katanya, pemanasan global bisa berarti akan ada peristiwa pencairan yang lebih ekstrem di masa mendatang.
"Kita akan bisa melihat lebih banyak dari ini di masa depan," katanya.