Bisnis.com, JAKARTA--Ketua Kuasa Hukum Paslon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra mengatakan majelis hakim harus menolak permintaan Tim Kuasa Hukum Paslon 02 untuk memproses pelanggaran di luar hasil penghitungan suara pemilu.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang dan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU No 24/2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No 8/2011 tentang Perubahan atas UU 24/2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
"Ditegaskan kembali bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," katanya di gedung MK, Selasa (18/6/2019).
Meskipun yang menjadi objek perkara dalam Permohonan yang diajukan Pemohon adalah penetapan hasil pemilu secara nasional, namun Pasal 475 ayat (2) UU Pemilu pada pokoknya mengatur permohonan keberatan terhadap hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya paslon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Yusril menambahkan adanya kata “hanya” dalam ketentuan pasal tersebut demi hukum membatasi cakupan substansi hal yang dapat dipermasalahkan ke Mahkamah Konsitusi.
Baca Juga
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 75 huruf a UU MK dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon serta permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara, dan menetapkan hasil
penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.
Dalam pokok permohonan ditentukan pemuatan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. Padahal, di dalam Petitum dimuat adanya permohonan menetapkan hasil
penghitungan perolehan suara yang benar menurut Pemohon.
Secara keseluruhan di dalam permohonannya, Pemohon tidak sedikit pun membantah hasil perhitungan perolehan suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang ditetapkan oleh Termohon. Pemohon hanya mendalilkan contoh-contoh peristiwa tanpa ada kaitan dan signifikansinya dengan perolehan suara.
"Di dalam Permohonan Pemohon, sama sekali tidak memberikan gambaran klaim kemenangan 62% sebagaimana Pidato Pemohon pada tanggal 17 April 2019 atau pun klaim kemenangan 54,24% sebagaimana presentasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pemohon pada 14 Mei 2019. Dengan tidak didalilkan perolehan suara versi Pemohon maka klaim kemenangan tersebut menjadi gugur," ujar Yusril.