Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat 1.096 pelanggaran hukum terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri terjadi saat Pemilu 2019.
Ketua Bawaslu Abhan menyebutkan ada 162 kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu. Dia menegaskan diperlukan sanksi agar hal yang sama tidak terjadi lagi.
“Supaya tidak terjadi mobilisasi birokrasi. Apalagi, pada 2020, ada pemilihan kepala daerah serentak. Tentu harus ada aturan jelas dan tegas mengenai persoalan netralitas,” ucap Abhan melalui keterangan resmi, seperti dilansir Tempo, Jumat (7/6/2019).
Data Bawaslu menyatakan hingga 28 April 2019, ada 227 kasus pelanggaran netralitas di 24 provinsi. Jawa Tengah (Jateng) menjadi provinsi dengan tingkat pelanggaran tertinggi yakni 43 kasus, disusul Jawa Barat (Jabar) 33 kasus, dan Sulawesi Selatan (Sulsel) 29 kasus.
Selanjutnya, Sulawesi Tenggara (Sultra) 23 kasus, Banten 16 kasus, Kalimantan Timur (Kaltim) 14 kasus, dan Riau 10 kasus. Berikutnya, Bali 8 kasus, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Barat (Sulbar) 7 kasus, Kalimantan Selatan (Kalsel) 6 kasus, dan Jambi 5 kasus.
Adapun Aceh, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Sumatera Selatan (Sumsel) masing-masing 4 kasus. Kemudian, Bengkulu dan Papua Barat masing-masing 2 kasus, sedangkan DKI Jakarta, Kalimantan Tengah (Kalteng), Maluku Maluku Utara, Sumatera Barat (Sumbar), dan Sumatera Utara (Sumut) 1 kasus.
Baca Juga
Jenis pelanggaran netralitas yang dilakukan antara lain mencalonkan diri sebagai calon legislatif meski masih menjabat sebagai ASN aktif dan melakukan tindakan yang menguntungkan peserta Pemilu di media sosial.
"Contoh bentuk pelanggaran lainnya yakni hadir dalam kampanye, menggunakan atribut peserta Pemilu atau membagikan alat peraga kampanye, keterlibatan ASN sebagai tim kampanye peserta Pemilu, menghadiri kegiatan peserta Pemilu, dan menjadi anggota partai politik," terang Abhan.
Berdasarkan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 6 Tahun 2018, Bawaslu memiliki wewenang untuk mengawasi dan memberikan rekomendasi terkait kasus dugaan pelanggaran netralitas maupun kode etik selama pelaksanaan Pemilu.
Lembaga tersebut perlu mengawasi berbagai keputusan atau kegiatan yang menguntungkan atau menunjukkan keberpihakan terhadap peserta Pemilu baik sebelum, selama, maupun sesudah masa kampanye. Kegiatan yang dimaksud adalah pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang terhadap anggota ASN, TNI, Polri, maupun keluarganya.
Selanjutnya, Bawaslu perlu mengidentifikasi potensi penyalahgunaan kewenangan, penggunaan anggaran, penggunaan fasilitas, serta identifikasi potensi keterlibatan ASN, TNI, dan Polri. Bawaslu pun melakukan koordinasi kelembagaan dengan TNI, Polri, dan Komisi ASN (KASN) secara berjenjang.
Selain itu, lembaga ini juga bekerja sama dengan pemantau Pemilu, media massa, dan masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu.
Kemudian, Bawaslu membuat kajian dugaan dari setiap temuan yang ada hingga tersusun rekomendasi dengan melampirkan kronologis dan hasil kajian.
"Lalu, rekomendasi dapat dilanjutkan ke KASN dengan melampirkan berkas. Setelah itu, dilakukan pengawasan atas rekomendasi oleh instansi yang berwenang," jelas Abhan.