Bisnis.com, JAKARTA - Tersangka pelaku bom pos polisi Kartasura atau bom Kartasura, Rafik Asharudin beraksi secara lone wolf dan tidak memiliki jaringan. Namun, dia sempat berupaya merekrut keluarganya untuk mengikuti pandangan radikalnya.
"Sempat mengajak ibu dan kakaknya," kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Rycko Amelza di Solo, Rabu (5/6/2019).
Namun, keluarga tidak mau mengikutinya lantaran menganggap ajaran yang diyakini Rofik tidak sesuai dengan ajaran agama.
Apalagi, sikap Rofik memang sangat tertutup selama beberapa tahun terakhir. Dia bahkan juga sangat tertutup terhadap orang tua dan keluarganya.
"Orangtua tidak mengetahui kesehariannya," katanya.
Rofik sendiri diketahui tidak masuk dalam jaringan teroris manapun. Meski demikian, dia justru langsung menjalin komunikasi dengan tokoh ISIS melalui media sosial.
"Dia berkomunikasi dengan Al Baghdadi," kata Rycko.
Usai berbaiat, Rofik lantas berupaya membuat rangkaian bom di rumahnya yang masih ikut orangtuanya.
Dia juga sering meminta uang kepada keluarganya yang ternyata digunakan untuk membeli peralatan elektronik untuk membuat bom.
"Kami mengimbau para orangtua untuk mengawasi anak-anaknya," katanya.
Kasus yang terjadi pada Rofik membuktikan bahwa seorang anak bisa terpapar radikalisme meski berada di dalam rumah.