Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga Besar Universitas Indonesia 98 atau KBUI 98 menuntut aparat mengusut secara tuntas dalam di balik aksi rusuh pada 21 dan 22 Mei 2019.
Dalam pernyataan sikapnya KBUI 98 menyebut ihwal kerusuhan pada 21-22 Mei 2019 di Gedung Bawaslu, KPU, dan Petamburan Slipi. Aksi rusuh itu diduga dilakukan oleh massa bayaran dari luar Jakarta dengan dalih aksi demonstrasi damai untuk memprotes kecurangan Pemilihan Umum 2019.
Atas kejadian tersebut KBUI 98 mengingatkan bahwa salah satu tuntutan reformasi adalah tegaknya hukum sebagai panglima, untuk bisa menghapus upaya/tindakan semena-mena yang dulu kerap dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. "Tegaknya hukum memiliki konsekuensi, semua pihak wajib mematuhi UUD 1945 dan juga produk hukum yang ada di bawahnya. Salah satunya adalah aturan hukum mengenai UU Pemilu," demikian pernyataan tertulis KBUI 98, diterima Kamis (23/5/2019).
Pihak KBUI 98 menyatakan rusuh pada 21-22 Mei 2019 di depan kantor Bawaslu, KPU dan Petamburan Slipi tidak dapat dikatakan sebagai bentuk penyampaian aspirasi damai. Sebaliknya, KBUI 98 menilai hal itu sebagai upaya untuk mendelegitimasi hasil penghitungan Pemilihan Umum dan keluar dari mekanisme penyampaian yang diatur dalam UU Pemilu.
"Memang Indonesia mengatur mengenai penyampaian pendapat seperti ICCPR Pasal 19, namun penyampaian tersebut ada batasannya di dalam Pasal 20 ICCPR di mana salah satunya adalah pertimbangan keamanan negara," ujar pihak KBUI 98.
Dalam pernyataan sikapnya, KBUI 98 menyebutkan kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang diduga terencana merupakan peristiwa yang membuyarkan penyampaian aspirasi damai. Di sisi lain, KBUI 98 menyatakan bahwa jaminan keamanan masyarakat harus menjadi fokus daripada kepentingan segelintir pihak yang menyatakan ketidakpuasan atas hasil penghitungan suara.
Baca Juga
“Kami berharap agar segala sengketa mengenai pemilu bisa diselesaikan lewat cara yang damai dan beradab, yaitu melalu jalur hukum,” ungkap Abdul Qodir, salah satu anggota KA-KBUI 98.
KBUI 98 mengingatkan bahwa reformasi pada 21 tahun lalu ditandai dengan Kerusuhan Rasial di sejumlah kota. Banyak warga etnis Tionghoa menjadi korban kekerasan massal dalam bentuk penjarahan, pembunuhan, pemerkosaan, dan lainnya. Ditegaskan bahwa Indonesia sudah menjamin peristiwa masa lalu itu tidak akan terjadi lagi.
"Namun pada 21-22 Mei 2019, terlihat provokasi-provokasi yang terjadi secara terbuka di muka umum, selebaran, maupun lewat media sosial untuk membangun opini bahwa polisi yang menjaga gedung Bawaslu adalah orang-orang China, adanya eksodus orang China melarikan uang keluar dari Indonesia lewat bandara-bandara, penyerangan ke mesjid," tulis pernyataan tersebut.
KBUI 98 menilai opini tersebut diarahkan untuk membakar amarah massa agar menyerang dengan dalih melindungi agama dan pribumi. Tindakan-tindakan semacam ini tidak bisa diterima karena merobek jalin persatuan yang sudah berusaha dijahit sejak 21 tahun lalu. Pertarungan politik dengan menggunakan identitas agama seperti Bela Islam, Bela Ulama terbukti hanya akan membawa masyarakat kita menjadi terpecah belah dan jauh dari gagasan negara kesatuan.
“Dalam kerusuhan kemarin, ada indikasi upaya meningkatkan eskalasi menjadi kerusuhan besar seperti pada Kerusuhan 98, dengan adanya senjata api yang ditemukan, massa rusuh yang terorganisir. Maka kami minta penyelidikan atas Kerusuhan 21-22 Mei 2019 dibuka secara transparan dan diusut tuntas sampai pada penangkapan para dalang di balik peristiwa tersebut,” tegas Ikravany Hilman, Ketua KA-KBUI 98.
KBUI 98 menyampaikan sejumlah hal terkait kondisi Indonesia saat ini.
Pertama, mereka mengapresiasi kinerja KPU, Bawaslu dan beserta jajarannya untuk menjalankan pemilihan umum yang aman, tertib, dan sesuai dengan hukum Indonesia.
Kedua, para elite politik yang bertarung demi kekuasaan diminta untuk menahan diri dari melontarkan pernyataan yang provokatif, berhenti menggunakan politik identitas, dan mulai berpikir ke depan untuk membangun Indonesia yang toleran, damai dan maju
Ketiga, KBUI 98 mendorong masyarakat untuk memelihara solidaritas sebagai sesama warga
Keempat, mendorong agar segala sengketa mengenai pemilu diselesaikan lewat cara yang damai dan beradab, yaitu melalui jalur hukum
Kelima, mengecam tindakan yang dilakukan sekelompok massa di depan kantor Bawaslu, KPU dan Petamburan Slipi pada 21-22 Mei 2019 sebagai penumpang gelap pada proses demokrasi di Indonesia
Keenam, mengapresiasi sikap profesionalltas yang ditunjukkan TNI/POLRI sebagaimana telah menjadi harapan bersama sikap tersebut ditunjukkan kepada masyarakat di zaman reformasi dan terus mengimbau agar mengedepankan cara-cara persuasif dalam menyelesaikan konflik
Ketujuh, meminta pengusutan segera untuk mengungkap dalang kerusuhan 21-22 Mei 2019, memroses, dan menangkap para pelaku agar jaminan keamanan masyarakat bisa segera dirasakan.