Kabar24.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan serangkaian pemeriksaan saksi guna mendalami kasus yang menjerat anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso.
Dua orang dipanggil yakni Kepala Bagian Sekretariat Komisi VI DPR RI Dewi Resmini dan Kepala Bagian Sekretariat Komisi VII DPR RI Nanik Herry Mukti.
Mereka akan dimintai keterangannya terkait kasus dugaan suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia serta penerimaan lain terkait jabatan Bowo Sidik.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IND [Indung]," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan singkat, Senin (20/5/2019).
Belum tahu apa yang akan digali tim penyidik dari keduanya. Namun, yang jelas dari pemeriksaan saksi sebelumnya penyidik KPK telah menyita 8 dokumen risalah rapat DPR dari Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar, Kamis (16/5/2019).
Dalam pemeriksaan KPK, Indra mengaku tim penyidik menyita 18 dokumen risalah rapat di Komisi VI dan lainnya. Risalah itu, menurutnya, sepanjang 2014 sampai dengan saat ini.
"Beberapa risalah rapat yang dipimpin dan dihadiri oleh Pak Bowo, tidak sebagai Komisi Vi juga diminta. Di sita oleh KPK," kata Indra usai diperiksa KPK.
Di luar penyitaan, Indra mengaku tim penyidik mencecarnya soal identitas Bowo Sidik sebagai anggota maupun pimpinan Komisi VI. Sejumlah rapat yang dihadiri dan dipimpin Bowo Sidik serta BUMN juga ditelisik KPK melalui Indra.
KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara dugaan suap sewa menyewa kapal antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Mereka adalah anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, seorang swasta sekaligus perantara suap dari PT Inersia bernama Indung, dan Manager Marketing PT HTK Asty Winasti selaku pemberi suap.
KPK menduga Bowo Sidik menerima suap dalam kerja sama pengangkutan pelayaran antara PT HTK dan Pilog yang sebelumnya telah dihentikan.
Dalam hal ini, Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima perusahaan itu sejumlah US$2 per metrik ton.
KPK juga menduga Bowo menerima Rp1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp89,4 juta saat operasi tangkap tangan.
Adapun uang yang disita KPK senilai Rp8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400.000 amplop ditemukan di kantor PT Inersia milik Bowo.
Artinya, dari Rp8 miliar dengan penerimaan Rp1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain sebagai gratifikasi. KPK telah mengantongi asal muasal gratifikasi tersebut.