Bisnis.com, JAKARTA — Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai peserta pemilihan presiden 2019 dianggap tidak memiliki kerangka yang jelas terkait program di bidang politik dan ekonomi.
Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan bahwa baik itu Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno belum bisa menjawab secara jelas bangunan sistem politik, pemerintah, dan demokrasi Indonesia ke depan.
“Desain dan praktek politik yang cenderung bermasalah tersebut semestinya diidentifikasi oleh para capres dan tim suksesnya agar bisa dijadikan solusi untuk mengatasi dan menyelesaikannya,” katanya di Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Syamsuddin menjelaskan bahwa isu tersebut tidak muncul sebagai persoalan yang dianggap penting oleh para capres. Padahal, publik butuh ide segar dari para peserta agar penataan politik tidak tambal sulam seperti yang ada saat ini.
Sementara di bidang ekonomi juga tidak jauh berbeda dari politik. Tantangan terbesar menurutnya adalah bagaimana pemimpin selanjutnya memperkokoh fondasi ekonomi dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemakmuran.
Selain itu kepala negara juga harus memperkuat kemandirian dan daya saing bangsa pada tingkat regional dan global.
“Ada banyak program bidang ekonomi yang ditawarkan oleh kedua capres, namun kurang begitu tampak pada skala prioritas yang mengarah pada pembuatan pondasi perekonomian yang dibutuhkan itu, mengikat masa jabatan presiden hanya 5 tahun,” jelasnya.
Oleh karena itu, Syamsuddin berpandangan harus ada skala prioritas yang didasarkan pada identifikasi atas usul ekonomi yang paling penting dan strategis secara utuh dan menyeluruh.
“Desain dan kebijakan yang ditawarkan capres cenderung bersifat sektoral. Padahal kita membutuhkan pendekatan desain dan skema kebijakan yang bersifat holistik kendati tidak harus dilakukan secara sekaligus secara bersamaan,” ucapnya.