Sampang, Madura
Sandiaga mendapat penolakan dari Laskar Aswaja Indonesia Kabupaten Sampang, Madura pada awal Januari 2019. Dalam surat penolakannya, Laskar Aswaja mengemukakan tiga alasan menolak Sandiaga.
Cawapres nomor urut 02 ini dianggap sebagai calon pemimpin yang memiliki dosa akhlakul karimah, dosa sosial ekologis, dan dosa korupsi.
Pertama, Sandiaga dinilai tak memahami adat istiadat dan kultur masyarakat Indonesia. Laskar Aswaja mengungkit tindakan Sandiaga yang pernah melangkahi makam salah satu pendiri Nahdlatul Ulama, Kompleks Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Menurut mereka, tindakan itu bertolak belakang dengan gelar 'santri post Islamisme' yang pernah disematkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman kepadanya setelah dipilih Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden.
Kedua, Sandiaga dianggap memiliki dosa sosial ekologis yang sangat besar, yaitu merampas dan merusak kurang lebih 900 hektare lahan hijau di Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur melalui perusahaan tambangnya.
Karena itu, Laskar Aswaja tak ingin menyambut dengan lapang, gembira, maupun hormat kedatangan seseorang yang mereka sebut sebagai 'agen dominan kapitalisme-ekstaktif di Indonesia'.
"Penolakan terhadap Sandiaga hari ini adalah bentuk penghormatan dan dukungan kami kepada rakyat Tumpang Pitu yang hari ini tetap senantiasa memperjuangkan kedaulatannya," demikian tertulis dalam surat.
Ketiga, Sandiaga Uno adalah komisaris PT Duta Graha Indah yang sudah berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE).
PT DGI/NKE, kata mereka, telah didakwa korupsi oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran memperkaya korporasi senilai ratusan miliar rupiah melalui sejumlah proyek pemerintah.
Surat itu juga menerangkan bahwa salah satu anak buah Sandiaga, Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi telah menjadi tersangka dalam tindak pidana korupsi pembangunan RS Pendidikan Udayana Tahun Anggaran 2009-2011.
"Ini indikasi Sandiaga Uno sebagai calon pemimpin patut diduga memiliki dosa korupsi, sehingga tidak bisa diharapkan mampu membawa Indonesia bebas korupsi."