Bisnis.com,JAKARTA - Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat menyelidiki dugaan pelanggaran aturan terkait rencana pembangunan Gedung DPRD Kabupaten Flores Timur.
“Di provinsi saja saya sudah menolak usulan pembangunan gedung yang baru dan minta direhab saja,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima, Jumat (15/2/2019).
Pada Jumat siang, mantan Ketua Fraksi Nasdem DPR tersebut menerima Koalisi Rakyat Bersatu Flores Timur.
Setelah berdialog, Victor memerintahkan Sekretaris Daerah Provinsi NTT Ben Polo Maing untuk segera menindaklanjuti secara teknis persoalan ini termasuk menelaah ada tidaknya pelanggaran peraturan dalam rencana pembangunan gedung tersebut.
Koordinator Koalisi, Paulus Saul da Costa mengatakan bahwa kebijakan Pemerintah Flores Timur untuk membangun gedung DPRD senilai Rp34,9 miliar dan telah disetujui Pimpinan DPRD adalah kebijakan yang mencederai rasa keadilan masyarakat Flores Timur karena jauh dari sensitivitas terkait kebutuhan dasar rakyat, juga sebagai akibat dari keterbatasan pemahaman terhadap aturan.
Koalisi juga mengkritisi proses lelang yang telah dilakukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada 19 Desember 2018 yang dimenangkan oleh PT Batu Besi dari Kupang, padahal APBD 2019 masih dalam proses pembahasan dan baru ditetapkan 31 Desember 2018.
Bahkan, lanjutnya, areal yang menjadi lokasi pembangunan tersebut belum bersertifikat atas nama Pemda Flotim.
“Rencana pembangunan harus segera dibatalkan karena tidak melibatkan masyarakat, bukan kebutuhan masyarakat saat ini, tidak memberikan manfaat bagi masyarakat bahkan melanggar Perda RTRW No.7/2012 yang berlaku hingga 2032,” paparnya.
Nikolaus Loy, pengamat kebijakan publik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta mengatakan bahwa pembangunan secara fisik yang terkesan dipaksakan itu menjawab dua kebutuhan sekaligus yakni keberadaan infrastruktur fisik sering dipandang sebagai salah satu indikator kesuksesan pembangunan di masa kepemimpinan kepala daerah.
“Definisi pembangunan seringkali dipandang dari sisi pembangunan fisik. Selain itu, saya juga melihat pembangunan gedung tersebut juga merupakan jawaban dari kebutuhan distribusi kemakmuran terutama untuk mereka yang ikut berjasa dalam proses pemilihan kepala daerah. Banyak fenomena seperti itu,” ungkapnya.
Dia menilai seringkali ada sejumlah rambu berupa aturan teknis yang membatasi pembangunan fisik, namun keputusan politik yang bertentangan dengan raambu teknis tersebut sering dilabrak oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan pembangunan gedung.
“Nanti akan ada efek berantai. Mulai dari tanah itu milik siapa. Lalu kalau gedung itu sudah dibangun nanti perlu akses jalan, kemudian akses air bersih lalu akses listrik. Yang paling banyak menikmati adalah orang-orang ikut berjasa dalam proses pemilihan kepala daerah,” paparnya.