Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejak Kamis Pagi Status Gunung Anak Krakatau Meningkat ke Level Siaga

Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau terus menjadi pantauan dan ditetapkan meningkat ke level III atau siaga. Status tersebut ditetapkan terhitung pada Kamis (27/12/2018) pukul 06.00 WIB.
Longsor di kaki Anak Krakatau di bawah permukaan laut menyebabkan deformasi atau perubahan seluas 64 hektare dengan lebar 357 meter dan panjang 1.800 meter di gunung itu. Longsor itulah yang menjadi pemicu Tsunami Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12/2018). Foto: @PTPSW_BPPT
Longsor di kaki Anak Krakatau di bawah permukaan laut menyebabkan deformasi atau perubahan seluas 64 hektare dengan lebar 357 meter dan panjang 1.800 meter di gunung itu. Longsor itulah yang menjadi pemicu Tsunami Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12/2018). Foto: @PTPSW_BPPT

Bisnis.com, JAKARTA -- Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau terus menjadi pantauan dan ditetapkan meningkat ke level III atau siaga.

Status tersebut ditetapkan terhitung pada Kamis (27/12/2018) pukul 06.00 WIB. Sebelumnya Gunung Anak Krakatau berada pada level II atau status waspada.

Dengan ditingkatkannya status aktivitas Gunung Anak Krakatau ini, maka radius aman aktivitas masyarakat di sekitar gunung juga diperluas. Masyarakat dilarang mendekati Gunung Anak Karakatau dalam radius 5 kilometer dari puncak kawah.

Sementara itu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merekomendasikan, masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di pantai pada radius 500 meter hingga 1 kilometer dari pantai untuk mengantisipasi adanya tsunami susulan. Tsunami tersebut bisa saja dibangkitkan longsor bawah laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.

Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigask Bencana Geologi (PVMBG), Gunung Anak Krakatau aktif kembali dan memasuki fase erupsi mulai Juli 2018.

Sejak saat itu Gunung Anak Krakatau terjadi erupsi berupa letusan-letusan Strombolian yaitu letusan yang disertai lontaran lava pijar. Aliran lava pijar itu dominan mengarah ke tenggara. Sedangkan erupsi yang berlangsung bersifat fluktuatif.

Pada Sabtu (22/12/2018) terjadi erupsi yang tercatat dengan skala kecil jika dibandingkan dengan erupsi periode September-Oktober 2018. Hasil analisis citra satelit diketahui lereng barat-baratdaya longsor (flank collapse) dan longsoran masuk ke laut. Longsoran tersebut kemungkinan yang memicu terjadinya tsunami di Selat Sunda.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Saeno
Sumber : BNPB
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper