Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengumumkan darurat militer, yang dimulai pada 25 November lalu sebagai reaksi penahanan tiga kapal oleh militer Rusia, resmi berakhir Rabu (26/12/2018).
Berbicara di hadapan dewan keamanan Ukraina, Poroshenko mengulangi pernyataannya awal bulan lalu bahwa darurat militer tidak akan diperpanjang kecuali ada ancaman besar dari Rusia.
Kapal milik Ukraina dihadang dan ditahan oleh Rusia saat melintasi Selat Kerch yang terletak di antara Krimea dan bagian utara Rusia. Selat tersebut menghubungkan Laut Hitam dan Laut Azov di mana terdapat pelabuhan milik Ukraina dan Rusia.
Pemerintah Moskow menilai tiga kapal Ukraina telah memasuki teritori Rusia dan mencoba melintasi selat tersebut tanpa memberi notifikasi ke otoritas Rusia. Penahanan dilakukan setelah kapal-kapal tersebut tidak mengindahkan perintah Rusia untuk berhenti. Di lain pihak, Ukraina menyatakan kapalnya tidak perlu meminta izin Moskow untuk melintasi perairan yang dimaksud.
Di bawah darurat militer yang diberlakukan Ukraina, pemerintah Poroshenko melarang warga Rusia yang berada dalam rentang usia siap tempur memasuki wilayah Ukraina. Kiev juga melakukan penguatan keamanan di sejumlah lokasi, termasuk situs nuklir negara itu dan pelabuhan-pelabuhan di Laut Hitam.
Penahanan tiga kapal Ukraina yang dilakukan Rusia menuai kecaman dari negara Barat. Uni Eropa bahkan melayangkan sanksi ke Moskow atas tindakan tersebut.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Rusia pada Rabu (26/12/2018) mengeluarkan pernyataan yang berisi imbauan agar negara Barat tidak ikut campur dalam upaya 'provokasi' Ukraina di Selat Kerch.
Sebagaimana diberitakan Reuters, Ukraina berencana mengirimkan kapal perang ke pelabuhan di Laut Azov melalui Selat Kerch terlepas dari sinyal keras Moskow yang telah menahan tiga kapal miliknya.