Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Freeport yang Bikin Menteri ESDM "Selalu Kalah"

Pria yang kini menjabat sebagai Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini mengungkapkan keanehan berada pada materi kontrak yang cenderung "menyandera" pemerintah, terutama yang jelas paling merasakan dilema yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pakar hukum Tata Negara Mahfud MD menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Pansus Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/7)./ANTARA-M Agung Rajasa
Pakar hukum Tata Negara Mahfud MD menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Pansus Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/7)./ANTARA-M Agung Rajasa

Bisnis.com, JAKARTA — Proses divestasi saham PT Freeport Indonesia ke PT Inalum (Persero) sebesar 51%, dengan rincian kepemilikan Inalum 41,23% dan pemerintah daerah Papua sebesar 10%, kini telah tuntas.

Inalum disebut sudah membayar senilai US$3,85 Miliar kepada Freeport Mcmoran Inc untuk menebus saham Freeport Indonesia tersebut.

Tetapi kini muncul pertanyaan baru yang menyeruak di benak khalayak disebabkan video viral pernyataan Luhut Binsar Panjaitan pada 2015 yang intinya: Kalau Indonesia tidak memperpanjang izin Feeeport yang habis pada 2021, Indonesia bisa memilikinya 100%, lalu divestasi senilai Miliaran Dolar ini untuk apa?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita patut menyimak pendapat Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Mahfud MD dalam akun Twitter resminya, Senin (24/12/2018).

"Saya punya jawabannya. Itu penjelasan LBP [Luhut Binsar Panjaitan] dengan penuh semangat nasionalisme, tapi belum membaca kontraknya. Setelah tahu isi kontraknya, ya, beda," jelas Mahfud.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, cara pandang semacam itu memang wajar bila seseorang belum melihat dan memahami betul izin tambang Freeport yang ketika itu masih menggunakan sistem Kontrak Karya (KK).

Sistem KK menghendaki pemerintah menyejajarkan diri dengan Freeport yang merupakan bisnis swasta, dalam bentuk perjanjian yang mengikat yang dimulai sejak 1971 hingga 1988.

"Anehnya pada 1991, sistem KK ini diperpanjang dengan materi yang aneh," sindir Mahfud.

Pria yang kini menjabat sebagai Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini mengungkapkan keanehan berada pada materi kontrak yang cenderung "menyandera" pemerintah, terutama yang jelas paling merasakan dilema yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Di dalam kontrak (dan notulen) disebutkan bahwa Freeport bisa memperpanjang kontrak 2X10 tahun dan pemerintah tidak dapat menolak tanpa alasan yang rasional (diterima oleh Freeport). Ada juga isi, bahwa jika kontrak berakhir maka Pemerintah harus membeli saham Freeport sesuai dengan harganya," jelas Mahfud.

Mahfud memberi contoh kasus Menteri ESDM 2014-2016 Sudirman Said yang ketika itu terpaksa memperpanjang kontrak Freeport sehingga ketika itu Sudirman dianggap melanggar UU Minerba.

Padahal menurut Mahfud, Sudirman hanya tersandera oleh perjanjian KK.

"Sudirman Said, yang dikenal bersih dan nasionalis juga ingin begitu, tapi nyatanya tidak bisa. Makanya dia melakukan langkah-langkah yang dulu disalahpahami," ujar Mahfud.

"Menurut hukum [perdata] setiap kontrak (perjanjian) berlaku sebagai UU bagi pihak-pihak yang membuatnya. Setiap isi kontrak mengikat seperti UU. Kontrak hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui asas consensual," tambahnya.

Beruntung, langkah Freeport bisa sedikit ditekan dengan diresmikannya UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang salah satunya mengubah bentuk KK menjadi bentuk izin usaha.

Kini, semenjak era KK telah berakhir, Freeport tidak bisa lagi membuat perjanjian dengan pemerintah. Freeport harus mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari Kementerian ESDM dan hanya bisa membuat kontrak dengan badan usaha yang berbisnis dalam lapangan perdata atas izin Pemerintah, atau dalam hal ini Inalum.

"Setelah keluar UU No 4 Tahun 2009 Freeport masih ngotot ingin mempertahankan posisi kontraknya. Pemerintahan SBY sudah melakukan upaya-upaya tapi gagal, selalu diancam akan diarbitasikan. Awalnya Pemerintahan Jokowi pun kesulitan juga, tapi akhirnya bisa selesai: 51% saham kita miliki," jelas Mahfud.

Pria yang akrab disapa Prof ini pun menjelaskan konstruksi hukum terkait: apakah perpanjangan KK yang merugikan bangsa tersebut tetap mengikat jika terbukti dibuat dengan penyuapan?

Mahfud berpendapat pemerintah tidak bisa mengandalkan penyelesaian kasus pidana tersebut untuk menahan langkah Freeport, sebab kasus tersebut sudah dinyatakan kedaluwarsa secara hukum.

Sehingga Mahfud menilai langkah negosiasi berujung divestasi 51% saham Freeport ini merupakan langkah yang tepat dari pemerintah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper