Bisnis.com, JAKARTA - Selama bertahun-tahun, pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi adalah sosok kesayangan komunitas internasional. Ia dipuji banyak organisasi dan pemimpin politik internasional atas perjuangan panjangnya membawa demokrasi dan reformasi di negaranya.
Apresiasi tersebut nyatanya mulai surut. Kini kritik justru menghujani Aung San Suu Kyi menyusul indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintahannya terhadap etnis minoritas Rohingnya. Investigasi komite independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menemukan bukti kuat yang memperlihatkan bahwa militer Myanmar secara sengaja melakukan pembunuhan dan pemerkosaan massal dengan intensi genosida.
Pemimpin dunia seperti Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad telah melayangkan kecaman keras terhadap Aung San Suu Kyi karena dugaan tersebut. Negarawan berusia 93 tahun itu bahkan menyebut respon Aung San Suu Kyi atas krisis Rohingnya sebagai sesuatu yang tak layak dibela.
Komentar keras datang pula dari Amerika Serikat. November lalu kala menghadiri KTT Asean, Wakil Presiden Mike Pence mengatakan pada sang penerima Nobel Perdamaian bahwa aksi persekusi yang dilakukan militer Myanmar dilakukan tanpa alasan.
Sejumlah organisasi internasional bahkan mengambil langkah lebih jauh dari sekadar mengecam. Desakan bahkan muncul supaya penghargaan Nobel Perdamaian yang diterima Aung San Suu Kyi pada 1991 juga dicabut. Namun, aturan Komite Nobel tidak mengizinkan sebuah penghargaan dicabut.
Kendati demikian, satu per satu penghargaan dari organisasi internasional yang pernah diterima Aung San Suu Kyi ditarik. Yang paling baru terjadi minggu ini. The May 18 Memorial Foundation asal Korea Selatan menjadi organisasi yang mencabut penghargaan.
Dirangkum oleh Channel News Asia, berikut adalah sejumlah penghargaan dan gelar kehormatan Aung San Suu Kyi yang dicabut sebagai kritik atas penanganan krisis Rohingnya:
Penghargaan HAM Gwangju
The May 18 Memorial Foundation, salah satu organisasi HAM terbesar di Korea Selatan, mengumumkan pada Selasa (18/12/2018) pencabutan penghargaan yang diberikan pada Aung San Suu KYi pada 2014.
Juru bicara yayasan tersebut mengatakan bahwa, "Ketidakpedulian Aung San Suu Kyi terhadap kekejaman yang dialami etnis Rohingnya bertentangan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh penghargaan ini, yaitu perlindungan dan dukungan terhadap HAM."
Yayasan tersebut didirikan pada 1994 untuk memperingati gerakan pro-demokrasi pada 1980 di Gwangju. Gerakan itu berakhir dengan pertumpahan darah yang disebabkan oleh pasukan darurat militer dan menyebabkan 200 orang tewas atau terluka.
Duta Hati Nurani
Amnesti Internasional pada 13 November menarik salah satu penghargaan paling prestisiusnya dari Aung San Suu Kyi.
Ia dinilai telah membiarkan pelanggaran HAM dengan tidak mengeluarkan sikap tegas atas kekerasan yang diderita oleh etnis Rohingnya.
Amnesti Internasional melalui pernyataan resmi menyebut Aung San Suu Kyi gagal menyuarakan dan turut andil "melindungi pasukan keamanannya dari pertanggungjawaban" atas aksi kekerasan terhadap Rohingya.
Aksi diam Aung San Suu Kyi dianggap sebagai pengkhianatan memalukan terhadap nilai-nilai yang pernah ia perjuangkan.
Amnesti Internasional menobatkan Aung San Suu Kyi sebagai penerima Penghargaan Duta Hati Nurani pada 2009. Saat itu Aung San Suu Kyi masih berstatus tahanan rumah karena ia menentang pemerintahan Junta militer Myanmar.
Penghargaan Elie Wiesel
Holocaust Memorial Museum asal Amerika Serikat menarik penghargaan utama mereka dari Aung San Suu Kyi. Mereka menilai pemimpin de facto Myanmar itu telah gagal menghentikan kekerasan militer yang dialami oleh etnis minoritas Rohingnya. Aung San Suu Kyi merupakan orang pertama yang menerima penghargaan tersebut.
Dalam surat yang diunggah di laman resmi mereka, Holocaust Memorial Museum mengatakan Aung San Suu Kyi dan Liga Demokras Nasional (NLD) telah menolak bekerja sama dengan investigator PBB, berkontribusi pada aksi kekerasan terhadap Rohingnya, dan menutup akses jurnalis ke wilayah yang diduga menjadi lokasi kekerasan.
"Dengan penuh penyesalan yang besar, kami membatalkan penghargaan tersebut," tulis pernyataan tertanggal 6 Maret 2018 itu.
Gelar Kehormatan dari Sejumlah Kota
Sejumlah kota besar seperti Paris, Edinburgh, Glasgow, Oxford, Sheffield, Dublin, dan New Castle tahun ini menarik gelar kehormatan masing-masing dari Aung San Suu Kyi.
Seorang juru bicara Wali Kota Paris Anne Hildalgo pada 30 November lalu mengatakan keputusan tersebut diambil karena, "sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar dan kekerasan serta persekusi oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap etnis minoritas Rohingnya."
Aung San Suu Kyi menjadi orang pertama yang gelar kehormatannya dicabut oleh Paris.
Kewarganegaraan Kehormatan Kanada
Parlemen Kanada sepakat mencabut gelar warga negara kehormatan yang disandang Aung San Suu Kyi pada 27 September 2018. Keputusan itu dibuat karena Ottawa menilai krisis Rohingnya adalah genosida.
Aung San Suu Kyi, yang menerima gelar itu pada 2007, menjadi satu-satunya sosok yang dicabut gelar kewarganegaraan terhormatnya oleh Kanada. Gelar tersebut sejauh ini hanya diberikan kepada lima orang, termasuk Dalai Lama, Malala Yousafzai, dan Nelson Mandela.
Honorary Presidency, Persatuan Pelajar London School of Economics
Laporan The Independent pada 3 November menyebutkan bahwa Persatuan Pelajar London School of Economics akan meloloskan usulan pencabutan gelar yang pernah diberikan kepada Aung San Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi memperoleh gelar tersebut pada 1991. Aksi pencabutan gelar adalah simbol penolakan atas sikap Aung San Suu Kyi terhadap isu krisis Rohingya.