Bisnis.com, JAKARTA – Sebagian masyarakat Indonesia berpandangan lebih netral dalam melihat relasi antara negara dan agama. Menurut mereka, keduanya tidak perlu dipertentangkan tapi saling melengkapi.
Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono mengatakan bahwa dari tiga pertanyaan yaitu moderat, teokratis, dan sekuler, sebanyak 45,1% publik mengidentifikasikan dirinya sebagai moderat.
“Sebanyak 20,6% teokratis atau menilai agama harus menjadi hukum negara dan menjadi nilai tunggal untuk mengatur masyarakat, 25,2% mengaku sekuler, agama harus dipisahkan dari politik agar tidak dimanipulasi demi kepentingan perorangan, dan 9,1% tidak menjawab,” katanya di Jakarta, Jumat (14/12/2018).
Sementara itu terkait perdebatan keberadaan peraturan daerah (perda) syariah, Rudi menjeaskan bahwa hampir semua kalangan sekuler bersikap menolak. Di kalangan moderat sendiri penolakan lebih kuat sebanyak 63,7% berbanding 29,2%.
“Yang menarik di kalangan teokratis, ada 6,5% responden juga menolak perda agama,” ucapnya.
Dari semua itu, lebih dari setengah total jumlah penduduk Indonesia menolak penerapan perda berbasis syariah. Ini karena publik juga menilai belum ada dampak positif dari penerapan kebijakan tersebut dalam perbaikan tata nilai masyarakat.
Y-Publica mencatat sebanyak 51,7% responden tidak setuju adanya peraturan berbasis agama, 44,5% setuju, dan 3,8% tidak menjawab.
Survei tersebut dilakukan dari 20 November hingga 4 Desember dengan total responden sebanyak 1.200 orang. Survei menggunakan metode acak bertingkat, tingkat kesalahan 2,98% dan kepercayaan 95%.