Bisnis.com, JAKARTA - Diplomat Denmark Elsebeth Søndergaard menilai penggunaan politik identitas dalam kontestasi politik Indonesia dapat mencederai keberlangsungan demokrasi.
Søndergaard melihat di Indonesia perkembangan pengadopsian nilai agama semakin kentara. Hal ini disertai pula dengan tumbuhnya konservatisme dan mempengaruhi posisi politik seseorang.
"Saya pikir nilai agama menjadi sangat penting bagi masyarakat Indonesia dan juga dunia. Hal itu semakin terlihat dalam kehidupan sehari-hari," kata Søndergaard saat mengisi diskusi Islam, Democracy, and Indonesian Identity, di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Diplomat yang pernah ditempatkan di daerah konflik Afghanistan itu mengungkapkan bahwa semakin pentingnya nilai agama bagi masyarakat Indonesia sesungguhnya bukan masalah. Kondisi tersebut hanya akan menjadi problematik jika mencederai demokrasi.
"Dianggap pentingnya agama dan meningkatnya konservatisme bukanlah masalah. Namun ia akan menjadi masalah jika mencederai demokrasi dan mengarah pada intoleransi terhadap minoritas," lanjut Søndergaard.
"Kami melihat masyarakat Indonesia memiliki tendensi dominasi mayoritas. Namun kita harus ingat bahwa hak asasi manusia hadir untuk melindungi individu, bukan hanya untuk kelompok agama mayoritas," kata Søndergaard.
Menanggapi meningkatnya politik identitas agama, Ketua Leimena Institute Jakob Tobing berpendapat bahwa sesungguhnya identitas masyarakat Indonesia telah ada sebelum negara ini berdiri.
"Perdebatan mengenai apakah Indonesia akan berlandaskan Islam atau tidak, ada ketika negara ini pertama dibentuk. Namun, sesungguhnya identitas masyarakat Indonesia sudah ada jauh sebelumnya, yaitu masyarakat pluralis yang toleran," kata Jakob pada kesempatan yang sama.