Bisnis.com, JAKARTA - Bareskrim Polri mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung untuk menerima pelimpahan tahap kedua berkas tersangka mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono.
Keduanya adalah tersangka tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait penjualan kondensat bagian negara yang telah melibatkan SKK Migas, PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Kementerian ESDM yang merugikan negara US$2,716 miliar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyambut baik rencana Jaksa Agung H.M Prasetyo mengadili tersangka Direktur Utama (Dirut) PT TPPI Honggo Wendratno secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa hingga dijatuhkan vonis di Pengadilan. Dia mendesak Kejaksaan untuk menerima pelimpahan tahap kedua dari tim penyidik.
"Jadi diadili secara in absentia itu adalah diadili tanpa kehadiran terdakwa dan tetap proses peradilan dapat dilanjutkan sampai dengan vonis dijatuhkan," tuturnya Senin, (3/12).
Sehingga dengan demikian, menurut Dedi, perkara kondensat tidak mangkrak hanya karena menunggu tersangka Honggo Wendratno ditangkap terlebih dulu.
Seperti diketahui, Honggo sendiri sampai kini masih menjadi buronan negara karena melarikan diri ke luar negeri, setelah perkara kondensat masuk ke tahap penyidikan di Bareskrim Mabes Polri.
Namun, setelah berkas tersangka dinyatakan lengkap (P21), pihak Kejaksaan masih menolak pelimpahan tahap kedua tim penyidik Bareskrim Polri, lantaran Tim Jaksa menginginkan berkas dua tersangka dan Honggo dijadikan satu, sehingga perkara itu makin berlarut-larut sejalan belum tertangkapnya Honggo.
"Kasusnya itu sudah P21, mau pelimpahan tahap dua kasusnya itu, tapi Jaksa tidak mau, Jaksa menunggu Honggo. Honggo sekarang kan ada di luar negeri dan masih kita kejar. Mabes polri sudah mengeluarkan red notice ke Interpol untuk mencari keberadaan Honggo di negara-negara yang menjadi anggota Interpol. Red Notice juga sudah diserahkan ke pihak Kejaksaan Agung," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung H.M Prasetyo pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan Agung di Bali berencana mengadili buronan tersangka Honggo Wendratno secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa.
Prasetyo menjelaskan rencana mengadili Honggo Wendratno secara in absentia karena tersangka belum diketahui kapan akan ditemukan oleh tim penyidik Bareskrim Mabes Polri.
Prasetyo juga berjanji akan menuntut para tersangka dengan hukuman maksimal karena telah merugikan keuangan negara hingga mencapai US$2,716 miliar.
Beberapa waktu lalu pihak Kejaksaan Agung mendesak tim penyidik Bareskrim Mabes Polri agar menyerahkan berkas tiga tersangka sekaligus, tidak terpisah sehingga lebih mudah diajukan ke tahapan penuntutan.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejagung, Heffinur juga mendesak Bareskrim Polri melimpahkan tahap kedua yaitu tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan agar kasus itu bisa segera maju ke tahap penuntutan di Pengadilan.
"Bagusnya kan penuntutan itu berkasnya jadi satu atau bersama-sama dalam satu berkas ya. Kita tunggulah barang dari sana (Bareskrim) itu," tuturnya kepada Bisnis.
Honggo ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penjualan kondensat bagian negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaksir kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas, Kementerian ESDM, dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) mencapai US$2,716 miliar.
Dalam kasus yang menyeret tiga tersangka, yakni mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, dan pendiri PT TPPI Honggo Wendratno tersebut, penyidik sudah memeriksa puluhan saksi dari unsur SKK Migas, TPPI, Kementerian Keuangan, Pertamina, dan Kementerian ESDM.
Kasus bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada bulan Oktober 2008 terkait dengan penjualan kondensat dalam kurun 2009 sampai 2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.