Bisnis.com, JAKARTA - Kampanye yang dilakukan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) belakangan ini dinilai belum menyentuh persoalan substantif.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai, ungkapan saling sindir antar-calon presiden yang terjadi belum lama ini merupakan hal yang tidak perlu dalam sebuah proses demokrasi.
Polemik sindiran yang dimaksud yakni ungkapan "wajah boyolali" yang dilontarkan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan istilah "politikus genderuwo" yang diungkapkan Joko Widodo (Jokowi).
"Dalam situasi hampir semua tindakan dan ucapan para capres dimasalahkan, ungkapan ini akan kembali menghangatkan suasana politik kita. Akhirnya, publik kita hanya ribut soal ungkapan yang sebenarnya tidak perlu," kata Ray dalam keterangan tertulis kepada Bisnis, Sabtu (10/11/2018).
Wajah kampanye Indonesia, lanjut Ray, seolah hanya seperti bertarung mengungkapkan ungkapan yang saling menyindir namun tak masuk ke soal-soal substantif. Menurutnya, pengungkapan istilah-istilah seperti itu, tak menguntungkan kepada kedua belah pihak. Justru aroma negatifnya yang besar, khususnya kepada Jokowi.
"Sikap diam Jokowi selama ini atas berbagai sindiran atau bahkan fitnah yang menghujamnya justru yang membuat simpati atasnya menguat. Cara beliau menjawab seluruh sindiran, nyinyiran dan bahkan fitnah dengan fokus melaksanakan tugasnya justru jauh lebih efektif membuat elektabilitasnya naik dari pada sibuk dengan urusan ungkapan yang sekalipun tepat," jelasnya.
Menurut Ray hendaknya kedua belah pihak berhenti untuk saling melempar ungkapan sindiran, karena selain tidak mendidik masyarakat secara politik juga potensial untuk menjadi perdebatan.