Bisnis.com, JAKARTA – Upaya hukum yang dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk. dengan menggugat Rolls Royce atas perbuatan curang dalam perjanjian perawatan enginee trent 700 pesawat Airbuss A330-300 dinilai sudah tepat.
Pengamat penerbangan nasional Arista Atmadjati mengatakan, upaya hukum itu dipandang sebagai upaya maskapai penerbangan berkode emiten GIAA tersebut untuk mewujudkan good corporate governance (GCG) yang baik karena mau mengoreksi kinerja internal perusahaan.
“Ini perkembangan korporasi yang baik dari Garuda Indonesia. Dengan direktur utama yang baru diganti, mereka melakukan manajemen bersih-bersih. Jadi supaya tidak ada dosa lama lagi, mau dituntaskan sejelas-jelasnya,” kata Arista kepada Bisnis, Senin (1/10/2018).
Dampak gugatan itu, lanjutnya, diharapkan dapat mendongkrak nilai saham Garuda Indonesia menjadi semakin bagus lagi setelah sempat mengalami krisis kepercayaan dari pelaku pasar.
“Makanya aksi [gugatan hukum] semestinya, merupakan cara rebound saham membaik lagi. Perlu diingat bahwa Garuda Indonesia ini perusahaan publik, sudah tepat manajemen sekarang bersih-bersih,” ujarnya.
Terkait dengan gugatan tersebut, VP Corporate Communication Pelaksana Harian Garuda Indonesia Hengki Heriandono mengatakan, hingga kini belum ada jawaban keberatan dari pihak Rolls Royce atas gugatan yang dilayangkan Garuda Indonesia.
“Belum ada panggilan dari pengadilan untuk masing-masing pihak. [Substansi] perkara belum bisa juga dibicarakan,” kata Hengki.
Namun demikian, Hengki mengamini bahwa perjanjian tersebut memang terkait dengan mesin 700 untuk pesawat airbus A330-300 saat Emirsyah Satar menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia.
Garuda Indonesia mengajukan gugatan terhadap Rolls Royce atas perkara lain-lain karena menilai perusahaan pembuat mesin pesawat itu telah melakukan perbuatan curang dalam perjanjian perawatan enginee trent 700 pesawat Airbuss A330-300.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), maskapai penerbangan itu mengajukan gugatan kepada Rolls Royce di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bernomor perkara 507/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst.
Dalam gugatannya, GIAA menyebutkan bahwa perjanjian TotalCareTM Agreement for the Trent 700 Engine Powered Airbus A330-300 Aircraft (Contract Reference: DEG 5496) Nomor DS/PERJ/DE-3236/2008 tertanggal 29 Oktober 2008 adalah batal karena adanya perbuatan curang oleh oleh Rolls Royce. GIAA kemudian menuntut ganti rugi kepada Rolls Royce atas perjanjian tersebut sebesar Rp640,94 miliar.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa pihaknya terus mencari bukti dugaan kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus dari Rolls Royce Plc yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Persero Tbk. Emirsyah Satar.
Bukti yang didalami komisi antirasuah itu tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri kendati memerlukan kerja sama internasional.
“Penyidikan kasus ini masih terus berjalan di KPK. Silahkan saja, jika Garuda melakukan upaya hukum terhadap pihak lain. Hal tersebut tidak mengkhawatirkan bagi KPK,” ujar Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah kepada Bisnis, Selasa (18/9/2018).
TELUSURI FAKTA
Menurut Febri, proses penyidikan yang dilakukan KPK melibatkan banyak pihak. KPK, tegasnya, juga tidak mempermasalahkan gugatan yang dilakukan oleh Garuda Indonesia terhadap perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris itu.
“Untuk penyidikannya masih berjalan sampai saat ini. Kami perlu menelusuri fakta-fakta dan juga mempertajam bukti-bukti yang tidak hanya berada di Indonesia,” katanya.
Emirsyah Satar dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$180.000 atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai US$2 juta, yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005—2014.
Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.
Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Dalam gugatannya, GIAA menyebutkan bahwa perjanjian TotalCareTM Agreement for the Trent 700 Engine Powered Airbus A330-300 Aircraft (Contract Reference: DEG 5496)” Nomor DS/PERJ/DE-3236/2008 tertanggal 29 Oktober 2008, adalah batal karena adanya perbuatan curang oleh oleh Rolls Royce.
GIAA kemudian tertulis dalam tuntutan ganti ruginya kepada Rolls Royce atas perjanjian tersebut sebesar Rp640,94 miliar.
Dari laporan keuangan konsolidasian milik Garuda Indonesia, perusahaan ini tercatat menjalani sejumlah kerja sama dengan Rolls Royce.
Pertama pada Oktober 2008 selanjutnya pada Juni 2010 tentang Total Care Services Agreement relating to Trent 772B Engines DEG 6160 tentang perawatan engine Trent 772B.
Selanjutnya, pada Juli 2012, Garuda Indonesia dan Rolls Royce menandatangani Amendement No. 1 to Agreement For The Trent 700 Engine Powered Airbus A330-300 Aircraft DEG 5496 tentang penyesuaian tarif perawatan engine.
Pada tahun 2015, Garuda Indonesia dan Rolls Royce menandatangani Amendment No. 3 to Agreement For The Trent 700 Engine Powered Airbus A330-300 Aircraft DEG 5496 untuk memperpanjang periode perjanjian. Dilanjutkan perjanjian kembali pada Juni 2016.
Pada tahun tersebut terkait, dengan perawatan engine dengan konsep total care untuk engine tipe TRENT 7000 serta benefit atas pembelian pesawat 14 pesawat A330 NEO.
Perjanjian dilanjutkan pada 22 Desember 2017, bahwa Garuda Indoneaia menerima Offering Letter terkait dengan Total Care Service Agreement DEG 5496 yang telah habis masa kontraknya pada September 2017, bahwa perbaikan atas 6 engine masih akan di-cover sampai dengan tahun 2023. Tertulis di laporan keuangan tersebut belum terdapat perjanjian yang mengukuhkan atas hal tersebut.
Dari catatan Bisnis, ada hubungan sengketa hukum antara Garuda Indonesia dengan Rolls Royce sebelumnya. Bermula dari keberadaan Rolls Royce yang diadili di Inggris setelah muncul laporan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris.
Laporan SFO itu menyebutkan ada pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.