Bisnis.com, JAKARTA- Tim kuasa hukum terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung heran dengan putusan majelis hakim perkara tindak korupsi penerbitan surat keterangan lunas BLBI.
Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Syafruddin Temenggung menyatakan bahwa dia heran dengan putusan majelis hakim “Yang sangat ganjil, pendirian kami, kapan dugaan kerugian terjadi, ya terjadi pada 2007,” katanya seusai sidang dengan Yusril di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (24/9/2018), usai sidang pembacaan vonis kliennya.
Menurutnya bahwa sebelum Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyelesaikan tugasnya, Syafruddin menyerahkan aset berupa hak tagih utang petambak sejumlah Rp4,8 trilyun kepada Menteri Keuangan.
Menteri saat itu, Boediono kemudian aset diserahkan kepada PT PPA. “Diserahkan sama Pak Syafruddin Rp4,8 triliun tapi dijual oleh PPA seharga Rp220 miliar sehingga negara dianggap rugi. Yang jual itu siapa, itu yang saya tidak mengerti”.
Terkait masalah tempus delicti atau waktu terjadinya perkara ini, Yusril mengatakan tim kuasa hukum sudah menyampaikan sanggahan dalam pledoi berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, bahwa kerugian keuangan negara itu terjadi pada tahun 2007, atau bukan lagi di bawah tanggung jawab terdakwa.
“Kami sudah menyanggah kapan tempus delicti dari pristiwa pidana yang didakwakan dan fakta-fakta persidangan itu dugaan kerugian di 2007. Lantas tahun 2007 aset itu dijual siapa, Syafruddin atau yang lain dan dijawab oleh PPA, kenapa Syafrudin yang dihukum,” katanya.
Tim kuasa hukum, tuturnya, berpendapat demikian, namun majelis hakim meski mempertimbangkan pledoi, tapi ujung-ujungnya tidak sependapat, meski itu merupakan fakta persidangan dan bisa dipertanggungjawabkan secara akademis.
“Kami tidak mengerti, gimana bisa tidak sependapat dengan alasan dan fakta yang sangat logis dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, namun majelis hakim tidak sependapat. Orang lain yang menjual tapi Syafruddin yang harus dihukum. Kami sangat heran,” ujarnya.
Karena itu, lanjut Yusril, kliennya langsung menyatakan akan melakukan banding atas vonis 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan ini karena jauh dari rasa keadilan dan tidak ada kepastian hukum.
“Pak Syafruddin sudah berkonsultasi dengan kami sehingga walaupun satu hari dihukum tetap akan melakukan perlawanan karena persoalannya adalah persoalan keadilan dan kepastian hukum," katanya.
Sementara itu, Syafruddin mengaku akan melakukan upaya hukum sampai titik akhir dan memperoleh keadilan serta kepastian hukum. Ia mengaku tidak takut sama hukuman akan diperberat atau diperingan, karena ini bicara soal kepasitian hukum dan ketidakadilan.