Bisnis.com, JAKARTA – PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. mengaku tidak mengetahui adanya kewajiban melaporkan aksi akuisisi ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha, kendati transaksi tersebut dinilai kecil.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan dugaan keterlambatan pelaporan akuisisi atau merger yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Selasa (14/8/2018).
Dalam sidang tersebut, majelis komisi menjadwalkan pemeriksaan terhadap terlapor, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk.
Hadir mewakili PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. adalah Sekretaris Perusahaan Maya Pradjono. Maya menjelaskan, emiten perunggasan berkode saham JPFA itu mengakuisisi saham PT Perusahaan Multi Makanan Permai pada 1 April 2015.
“Transaksi dilakukan sekaligus dari dua pemegang saham yakni Rekson Budiarto dengan jumlah 300 saham dan Anker Pranujaya dengan jumlah saham 120. Jadi total ada 420 saham yang diakuisisi setara dengan 70%,” ujarnya di hadapan majelis komisi yang dipimpin oleh Ukay Karyadi dan didampingi oleh Harry Agustanto.
Dia melanjutkan, transaksi tersebut juga dibuatkan aktanya yakni bernomor 8 dan 6, serta dilaporkan pula kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan tercatat di kementerian tersebut pada 27 April 2015 dengan nomor surat AHU-AH.01.03-0928464.
Dia mengatakan, sebagai perusahaan terbuka, pihaknya berupaya tetap patuh pada seluruh peraturan yang ada. Pada hari yang sama setelah melakukan transaksi akuisisi, jelasnya, Japfa langsung melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan serta bursa saham di Indonesia maupun di Singapura.
“Sebelum dan setelah melakukan akuisisi pun kami sudah melakukan deklarasi kepada publik melalui media massa,” tambahnya ketika ditanya investigator KPPU, Denny Risikotta.
Meski demikian, Maya Pradjono mengaku pihaknya tidak mengetahui bahwa transaksi akuisisi yang nilainya menurut mereka tergolong kecil, yakni Rp483 juta tersebut, juga harus dilaporkan ke KPPU dalam waktu 30 hari setelah didaftarkan ke Kemenkum dan HAM.
“Kami betul-betul tidak aware. Tidak tahu kami harus lapor ke KPPU pada saat itu karena kami melihat angka yang sangat kecil dari transaksi. Jadi karena tidak aware kami anggap kecil dan tidak material,” jelasnya.
Setahun kemudian, lanjutnya, yakni pada Agustus 2016 pihaknya menerima surat pemberitahuan dari KPPU dan langusng ditindaklanjuti dengan menghubungi komisi tersebut dan diikuti dengan mengirimkan surat serta bertandang ke KPPU untuk berdiskusi tentang ketentuan pelaporan akuisisi dan merger. Akhirnya, Japfa melaporkan secara resmi akuisisi tersebut pada 19 September 2016.
“Kami tidak mengerti. Kami mohon maaf atas pemahaman yang tidak tepat terhadap cara membaca peraturan,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, pihaknya juga meminta agar KPPU menggencarkan sosialisasi mengenai ketentuan pelaporan merger dan akuisisi kepada pelaku usaha sehingga dapat dipahami dan dipatuhi.
Dia memberikan contoh PT Bursa Efek Indonesia yang selalu melakukan sosialisasi berbagai peraturan secara seksama sebelum aturan itu disahkan. Setelah disahkan pun, sosialisasi tetap digencarkan bahkan hingga lima kali dan bisa dipahami oleh para pelaku usaha.
Majelis komisi perkara dengan nomor register 06/KPPU-M/2017 kemudian memerintahkan kedua belah pihak, baik investigator maupun terlapor untuk menyerahkan kesimpulan mengenai perkara ini dalam persidangan berikut.
Seperti diketahui, denda keterlambatan notifikasi merger maupun akuisisi diatur dalam Pasal 6 PP No. 57 /2010 yaitu dalam hal pelaku usaha tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 3, pelaku usaha dikenakan sanksi berupa denda administratif sebesar Rp1 miliar untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25 miliar.