Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan belum bisa menjadwalkan eksekusi hukuman mati terhadap terpidana bom Thamrin Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman lantaran belum ada pernyataan tertulis bahwa kader Jamaah Ansharut Daullah (JAD) itu tidak akan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dan grasi.
Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum (JAM Pidum) pada Kejaksaan Agung, Noor Rachmad menjelaskan Aman Abdurrahman masih punya hak untuk mengajukan upaya PK dan grasi, meskipun kuasa hukumnya memastikan kliennya tidak akan mengajukan upaya hukum apapun atau menerima putusan hukuman mati Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sesuai dengan peraturan perundangan, terpidana yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) belum dapat dieksekusi, selama belum mengajukan PK dan grasi.
Dalam perkara Aman Abdurrahman, terpidana sudah inkracht, karena sejak putusan mati dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang diketuai Ahkmad Jaini pada Jumat (22/6/2018) terpidana maupun Kuasa Hukumnya tidak mengajukan banding dan kasasi.
"Kita tunggu saja perkembangannya. Dia kan masih punya hak untuk PK dan grasi. Kita harus tunggu itu dulu," tuturnya kepada Bisnis, Jumat (3/8/2018).
Noor menjelaskan Kejaksan tidak memiliki kewajiban untuk memberitahu terpidana maupun keluarganya agar menggunakan upaya PK dan grasi atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurutnya, kejaksaan menyerahkan terpidana dan keluarganya untuk menggunakan PK dan grasi atau tidak.
"Dia yang harus tahu soal ini agar bisa manfaatkan upaya hukum dia. Dia punya hak untuk itu," katanya.
Menurut Noor, upaya hukum PK dan grasi itu juga tidak memiliki batasan waktu setelah ada putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga Kejaksaan sebagai eksekutor hanya bisa menunggu terpidana mengajukan upaya hukum tersebut.
Kejaksaan akan berkoordinasi dengan Pengadilan untuk memastikan Aman Abdurrahman dan pihak keluarga tidak mengajukan upaya hukum PK dan grasi.
"PK itu tidak diatur batas waktunya. Kalau grasi itu kan ada putusan terbaru MK yang isinya juga tidak mengatur batas waktu pengajuan grasi," ujarnya.
Seperti diketahui, Aman Abdurrahman terbukti secara sah dan meyakinkan menjadi otak dan penggerak beberapa kasus teror, yaitu Bom Thamrin, Januari 2016, teror bom di Gereja Samarinda, November 2016, bom Kampung Melayu pada Mei 2017, penusukan polisi di Mapolda Sumut pada Juni 2017, dan penembakan polisi di Bima NTB pada September 2017.
Kader Jamaah Ansharut Daullah (JAD) itu didakwa melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.