Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) akan menaikkan tarif impor dari China senilai US$200 miliar guna menekan Beijing untuk mereformasi praktik perdagangannya, kata pejabat AS kemarin waktu setempat.
Presiden AS Donald Trump meminta Perwakilan Perdagangan AS untuk mempertimbangkan meningkatkan tarif yang diusulkan menjadi 25% dari rencana 10% sebelumnya, ujar Robert Lighthizer dari kementerian perdagangan.
"Kami sudah menegaskan perubahan spesifik yang harus dilakukan China. Sayangnya, alih-alih mengubah perilakunya yang berbahaya, China telah secara ilegal merugikan pekerja, petani, peternak dan pebisnis AS," ujar Lighthizer dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip ChannelNewsAsia.com, Kamis (2/8/2018).
Akan tetapi, sejumlah pejabat mengecilkan arti pernyataan itu bahwa langkah tersebut bertujuan untuk mengimbangi pelemahan nilai tukar China yang telah membuat tekanan AS tidak berarti, karena impor China menjadi lebih murah.
Dolar AS menguat sejak April, karena bank sentral menaikkan suku bunga pinjaman. Akibatnya, investor berlomba mencari keuntungan yang lebih tinggi.
"Sangat penting bahwa negara-negara menahan diri dari mendevaluasi mata uang untuk tujuan kompetitif," kata seorang pejabat senior pemerintah kepada wartawan.
Hanya saja, saya tidak akan menarik kesimpulan bahwa pengumuman yang kami buat hari ini terkait langsung dengan praktik apa pun, ujarnya.
Washington dan Beijing terjebak dalam perang dagang. AS menuding ekspor China diuntungkan karena mendapatkan subsidi yang tidak adil selain melakukan pencurian teknologi dengan melangar hak cipta teknologi AS.
Trump mengancam akan menaikkan tarif pada hampir semua ekspor China ke Amerika Serikat.
Para pejabat mengatakan mereka tetap berhubungan secara teratur dengan rekan-rekan China mereka meski mengumumkan tidak ada pertemuan baru.
AS sebelumnya memberlakukan tarif 25% atau senilai US$34 miliar untuk barang-barang China dan senilai US$16 miliar sebagai tambahan yang akan diberlakukan dalam beberapa minggu mendatang.