Bisnis.com, JAKARTA--Kejaksaan Agung mengulur waktu untuk mengeksekusi 10 orang terpidana mati tahun ini karena masih menunggu para terpidana mengajukan upaya hukum hingga tingkat grasi.
Jaksa Agung, H. M Prasetyo mengakui Kejaksaan Agung tidak mau terburu-buru mengeksekusi 10 orang terpidana mati tahun ini, karena menyangkut nyawa manusia. Dia mengungkapkan Kejaksaan sebagai eksekutor masih menunggu para terpidana mati mengajukan upaya hukum terlebih dahulu hingga batas akhir, setelah itu baru dijadwalkan untuk eksekusi mati.
"Pengajuan upaya hukum itu adalah hak mereka. Kita tidak bisa pengaruhi maupun suruh-suruh ajukan upaya hukum. Kita tunggu saja seperti apa nanti. Kan butuh kepastian bahwa mereka tidak mengajukan upaya hukum, baru kita jadwalkan. Ini soal nyawa seseorang, jadi tidak bisa terburu-buru," tuturnya, Jumat (13/7/2018).
Seperi diketahui, sejauh ini Kejaksaan Agung sudah menggagendakan eksekusi tahap tiga. Namun dari 14 orang narapidana mati yang diagendakan, hanya empat orang yang telah dieksekusi.
Keempat orang itu adalah Michael Titus Igweh (Nigeria), Freddy Budiman (WNI), Humphrey Ejike (Nigeria) dan Seck Osmane (Senegal).
Keempat orang itu dieksekusi sekitar pukul 00.45 WIB di di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu (29/7/2016).
Sebelumnya, eksekusi gelombang pertama dilakukan terhadap enam terpidana pada18 Januari 2015. Sedangkan delapan orang berikutnya dieksekusi pada gelombang kedua, 29 April 2015.
Saat ini sebanyak 10 orang terpidana mati belum dieksekusi, mereka adalah:
- Humphrey Jefferson (Nigeria)
- Ozias Sibanda (Nigeria)
- Eugene Ape (Nigeria)
- Obina Nwajagu (Nigeria)
- Okonkwo Nonso Kingsley (Nigeria)
- Merri Utami (Indonesia)
- Agus Hadi (Indonesia)
- Pujo Lestari (Indonesia)
- Gurdip Singh (India)
- Zulfiqar Ali (Pakistan)
- Frederick Luttar (Nigeria).
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan permohonan grasi tidak dibatasi waktu. Kendati demikian, grasi tidak bisa menunda pelaksanaan eksekusi mati para terpidana.
Putusan itu dikabulkan atas permohonan pembunuh bos Asaba, Suud Rusli yang menggugat undang-undang grasi.
Sebelum putusan MK dikabulkan, grasi maksimal diajukan hanya 1 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah).