Kabar24.com, JAKARTA — Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengkritik seorang pemohon uji materi ambang batas pencalonan presiden karena lebih banyak mendalilkan pernyataan prediktif alih-alih kerugian konstitusional secara langsung.
Sang pemohon tersebut adalah pendiri organisasi kemasyarakatan Front Pembela Rakyat, Nugroho Prasetyo. Dia mengklaim telah mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden pada 19 Juni.
Bahkan, Nugroho mengaku berpotensi diusung empat partai politik baru pada Pemilu 2019. Keempat parpol itu adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Beringin Karya (Berkarya).
“Saya sarankan kurangi pernyataan berandai-andai. Kalau memang ada yang mengusung jelaskan di sini. Kalau tidak ada nanti kan ada yang protes,” kata Palguna dalam sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi UU Pemilu di Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Nugroho menjadi pemohon uji materi Pasal 222 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang telah teregistrasi dalam Perkara No. 50/PUU-XVI/2018. Pasal 222 UU Pemilu mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT) oleh partai politik atau gabungan partai politik sebesar 20% kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25% suara sah pemilu DPR sebelumnya.
Palguna juga mengkritik pernyataan Nugroho yang mengklaim dirinya sebagai putera terbaik bangsa sehingga layak menjadi calon presiden. Pemohon juga mengatakan ormas bentukannya telah berdiri di 517 kabupaten dan kota sehingga dapat meningkatkan suara parpol baru yang mengusungnya.
Di sisi lain, Palguna menyoroti dalil Nugroho bahwa parpol baru di Pileg 2019 akan tergilas bila tidak mengajukan jagoan sendiri. Bila kontestasi tahun depan hanya diikuti oleh Joko Widodo versus Prabowo Subianto maka pemilih dinilai Nugroho cenderung mencoblos Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau Partai Gerindra.
“Ini uraian konstitusional atau prediksi pengamat politik?” tanya Palguna.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra memandang dalil-dalil Nugroho lebih condong menjabarkan kerugian parpol baru ketimbang sang pemohon sendiri. Menurut Saldi, argumentasi kerugian konstitusional penting agar kedudukan hukum pemohon bisa diterima atau tidak.
“Harus di-clear-kan betul agar kami bisa putuskan secara presisi kedudukan hukum Anda,” ujarnya.
Heriyanto, kuasa hukum Nugroho dari Heriyanto, Sadat & Partners, mengaku akan segera meminta tanggapan kepada kliennya untuk menjawab pertanyaan Hakim. Dalam kesempatan tersebut, Nugroho memang hanya diwakilkan oleh kuasa hukumnya.
“Kami akan minta persetujuan dari klien, parpol mana yang bisa beri tiket,” katanya.
Selain Perkara No. 50/PUU-XVI/2018, pengujian PT juga diajukan oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dkk. Permohonan mereka teregistrasi dalam Perkara No. 49/PUU-XVI/2018.
MK memberikan batas waktu sampai 16 Juli kepada dua pemohon untuk memberbaiki berkas gugatan. Adapun, permintaan untuk memprioritaskan pemeriksaan perkara masih masih diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH).