Bisnis.com, JAKARTA - Politisi senior Golkar Ginandjar Kartasasmita meminta kader partainya solid untuk mendukung Ketum Airlangga Hartarto menjadi cawapres Joko Widodo (Jokowi).
“Golkar memiliki kader terbaik yang bersih, dapat diterima dan teruji memiliki kompetensi yakni Pak Airlangga,” ujarnya.
Menurut Ginandjar, untuk mendampingi Presiden Jokowi, sebaiknya dari kader di antara partai-partai pendukung termasuk Golkar. Ginanjar beralasan partai-partai itulah yang selama ini telah bekerja sama dan bekerja bersama dengan Jokowi.
“Saya pribadi berpendapat sebaiknya pendamping Jokowi diambil dari parpol. Antara beliau dengan partai-partai pendukung telah terjadi ikatan politik dan emosional yang kental dan harmonis," kata Ginandjar, Selasa (3/7/2018).
Ginandjar juga mendorong agar partai pendukung Jokowi berkomunikasi lebih intens, baik secara resmi maupun tidak, agar masing-masing parpol dapat mengajukan calon. Meski begitu, lanjutnya, jika keputusan pendamping Jokowi sudah ditetapkan, maka semua partai pendukung pemerintah harus legawa.
"Ini amat penting untuk soliditas partai-partai pendukung Pak Jokowi, bukan hanya dalam Pilpres, tapi dalam pemerintahan yang akan datang," ujarnya.
Baca Juga
Ginandjar memaparkan kriteria cawapres yang layak mendampingi Jokowi, yaitu bersih, akseptabel, dan nyaman untuk Jokowi.
"Maka pengalaman dalam perpolitikan dan pemerintahan serta kompetensi yang telah teruji itu penting sekali," ujarnya.
Kombinasi Nasionalis-Islam
Ginandjar tak setuju jika kepemimpinan nasional harus kombinasi nasionalis-Islam. Dia tak setuju jika Jokowi dipandang sebagai representasi kelompok nasionalis, maka wapresnya harus representasi partai Islam.
"Menurut saya, itu tidak benar, seperti kita kembali ke zaman Nasakom dulu," ujarnya.
Dia mempertanyakan apakah seorang berlatar belakang nasionalis itu diragukan ke-Islamannya.
“Apakah yang berasal dari partai Islam diragukan nasionalismenya? Saya kira pendekatan eksklusif, bukan inklusif, itu keliru. Saya tidak yakin itu selera politik para pemilih sekarang, apalagi para pemilih milenial,” ujar mantan menteri era Orde Baru itu.