Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantan Wamenkumham Denny Indrayana Uji Materi Aturan Presidential Threshold

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana resmi melayangkan berkas permohonan pengujian norma ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Denny Indrayana./Antara
Denny Indrayana./Antara

Kabar24.com, JAKARTA — Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana resmi melayangkan berkas permohonan pengujian norma ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Denny selaku advokat Indrayana Center for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) menjadi kuasa 10 pemohon perseorangan a.l. bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dan eks Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri serta dua pemohon badan hukum.

Pemohon menggugat Pasal 222 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT) oleh partai politik atau gabungan partai politik sebesar 20% kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25% suara sah pemilu DPR sebelumnya.

Denny mengakui bahwa permohonan pengujian Pasal 222 UU Pemilu pernah ditolak oleh MK. Namun, permohonan kali ini dilayangkan dengan alasan atau dalil berbeda dari pemohon-pemohon terdahulu.

Salah satu dalil kliennya adalah bahwa Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 hanya mengakomodasi pengaturan tata cara pelaksanaan pemilihan umum presiden dalam UU. Sebaliknya, kata dia, UU Pemilu justru mengatur syarat pencalonan presiden seperti PT.

“Maka ketentuan Pasal 222 UU Pemilu terkait PT telah bertentangan dengan pendelegasian berdasarkan Pasal 6A ayat 5) UUD 1945,” tulis dia dalam berkas permohonan yang diajukan di Jakarta, Kamis (21/6/2018).

Selain itu, Denny menolak penggunaan basis penghitungan PT berdasarkan hasil pemilihan legislatif 5 tahun sebelumnya. Menurutnya, perumus UUD 1945 tidak meniatkan adanya keinginan menerapkan PT melainkan hanya ambang batas elektoral.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada ini juga membantah pertimbangan MK ketika menolak mengabulkan permohonan-pemohonan uji materi norma PT sebelumnya. Dalam putusan terdahulu, MK menganggap PT merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembuat UU sehingga berapapun besar angkanya tidak bertentangan dengan konstitusi.

Sebaliknya, Denny berpandangan bahwa PT adalah kebijakan hukum tertutup (close legal policy). Karena itu, dia meminta pertimbangan MK tersebut ditinjau ulang sehingga Pasal 222 dapat dinyatakan inkonstitusional.

Kekhawatiran terbesar Busyro dkk. adalah Pasal 222 dapat melegitimasi kontestan tunggal di pilpres. Menurut Denny, kata ‘pemilihan’ seyogyanya mengharuskan adanya pasangan calon presiden dan calon wakil presiden lebih dari satu. Untuk itu, dia berharap MK dapat mengantisipasi hilangnya prinsip dasar ‘pemilihan’ jika PT masih diberlakukan.

“Kalaupun Pasal 222 dianggap tak langsung bertentangan dengan konstitusi, tetapi potensi pelanggaran konsistusi sekecil apapun dari pasal itu harus diantisipasi agar tidak muncul ketidakpastian hukum,” tutur Denny.

Selain meminta MK membatalkan Pasal 222 UU Pemilu, pemohon dalam petitumnya memohonkan agar pemeriksaan perkara tersebut diprioritaskan. Pasalnya, tahapan Pemilu 2019 sudah dimulai dan registrasi peserta Pilpres 2019 dibuka dari 4-10 Agustus 2018.

“Kami meminta MK untuk secara bijak memutuskan ketidakberlakuan Pasal 222 UU Pemilu berlaku minimal pada Pilpres 2019 agar hak konstitusional pemohon betul-betul terlindungi,” kata Denny.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper