Bisnis.com, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak perlu diberikan kewenangan penangkapan dan penyidikan tindak pidana terorisme demi menghindari tumpang tindih tugas dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan sampai saat ini hukum acara tidak mengatur kewenangan lembaganya dalam penangkapan dan penyidikan terduga teroris.
Menurut dia kedeputian Penindakan BNPT sudah cocok berfungsi sebagai koordinator aparat penegak hukum, termasuk Densus 88 Antiteror.
“Kalau kami campuri nanti tumpang tindih. Biarlah tangkap dan sidik jadi kewenangan Densus,” katanya saat Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Suhardi menjelaskan desain BNPT sebagai lembaga koordinator ditunjukan dengan mekanisme pengisian jabatan. Saat ini, posisi orang nomor satu BNPT berasal dari Polri, sekretaris utama dari TNI AU, dan pejabat setingkat deputi dan direktur berasal dari TNI AD, AL, dan instansi lainnya.
“Kami sudah terintegrasi di BNPT. Kami ini miniatur institusi [penegakan hukum],” kata mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini.
Baca Juga
Anggota Komisi III DPR Anwar Rachman berpendapat BNPT perlu diberi kewenangan penangkapan dan penyidikan terorisme untuk menangulangi kejahatan luar biasa tersebut.
Dia berkaca dari kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
“Musuh negara ada tiga yakni korupsi, narkoba, dan terorisme. Tapi BNPT hanya berfungsi sebagai leading sector,” ujarnya.
Anwar menilai selama ini KPK dan BNN bisa menangani tindak pidana korupsi dan narkoba secara cepat dan efisien karena diberi kewenangan penindakan yang besar. Dalam bayangannya, andai BNPT diberikan kewenangan penyidikan, tugas penuntutan tetap berada di tangan Kejaksaan RI.
“Soal perluasan kewenangan BNPT ini untuk kajian ke depan, bukan sekarang ini. Bagaimanapun terorisme masalah berat,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.