Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Beberapa Catatan Komnas HAM Terkait RUU Terorisme

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memberikan beberapa catatan terkait rancangan undang-undang terorisme.
Aparat kepolisian berjaga di lokasi ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018)./Reuters-Beawiharta
Aparat kepolisian berjaga di lokasi ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018)./Reuters-Beawiharta

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memberikan beberapa catatan terkait dengan Rancangan Undang-Undang Terorisme.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengatakan pihaknya menilai hak-hak korban dalam rancangan tersebut telah diatur cukup baik bahkan berlaku surut. Namun, pihaknya menilai pemberian kompensasi harusnya melaui ketetapan pengadilan, bukan keputusan pengadilan.

“Pelaku kejahatan bisa melarikan diri agar bebas atau meninggal dunia. Kalau kompensasi harus melalui keputusan pengadilan berarti harus melalui proses persidangan terhadap pelaku. Selain itu, harus ada standar minimum kompensasi apa saja yang harus diterima korban,” ujarnya, Rabu (23/5/2018).

Terkait dengan definisi, pihaknya mengapresasi bahwa rancangan itu menghilangkan kata “motif” serta politik. Kata “motif” yang dihilangkan dianggap mempermudah pemenuhan unsur tindak pidana dan akuntabilitas dan kata “politik” yang dihilangkan bermanfaat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang guna kepentingan politik.

Pihaknya juga menilai pasal mengenai penangkapan perlu memperjelas status orang yang ditahan apakah sebagai tahanan dan sampai berapa lama dia harus ditahan. Dia menilai waktu penahanan yang tertera dalam rancangan tersebut masih terlalu lama karena ketika melakukan penangkapan konstruksi perkaranya telah tersusun.

“Kami juga menyoroti soal penyadapan yang dilakukan oleh penyidik. Penyadapan masih merupakan kerja-kerja intelijen. Penyidik tugasnya menmukan dan memperkuat bukti yang dibatasi oleh waktu. Hal ini bertentangan dengan lamanya waktu penyadapan yang sampai 2 tahun,” paparnya.

Pihaknya juga tetap menilai TNI tidak perlu terlibat penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme karena merupakan upaya penegakan humum yang mestinya dilakukan oleh penegak hukum yakni pihak Kepolisian.

“Kami juga menilai Komnas HAM perlu dilibatkan dalam melakukan pengawasan karena dalam RUU itu disebutkan prinsip kerja harus bersesuaian dengan HAM,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper