Kabar24.com, JAKARTA — Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan meminta kepastian dari pemerintah agar hak pilih warga negara tidak tercerabut.
Dia mengingatkan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang hak warga negara dibelenggu dengan alasan persoalan administratif.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman setuju untuk melindungi seluruh warga berusia 17 tahun dan sudah menikah menggunakan hak pilihnya. Sayangnya, UU Pilkada tidak memberikan klausul selain berbasis data KTP-el.
Saat menggelar rapat dengar pendapat di DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemndagri) tidak akan memberikan surat keterangan kepada penduduk yang belum merekam data KTP-el.
Pengecualian diberikan kepada pemilih yang berulang tahun ke-17 menjelang hari pencoblosan. Kepada pemilih pemula tersebut diberikan surat keterangan bahwa data mereka sudah masuk dalam database kependudukan.
“Kalau dewasa tidak boleh. Misalnya ada orang yang punya empat NIK [nomor induk kependudukan], dia bisa mendapatkan empat suket dan bisa mencoblos di empat tempat,” tuturnya.
KPU telah merekapitulasi sebanyak 151,29 juta warga negara masuk dalam daftar pemillih tetap (DPT) pilkada 2018. Awalnya, KPU menemukan sekitar 6,7 juta orang dalam daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) belum memiliki atau tidak dapat dipastikan memiliki KTP-el. Petugas pemutakhiran data pemilih lantas memasukkan nama mereka dalam formulir ACKWK.
Setelah sinkronisasi data dengan Kemendagri, jumlah pemilih ACKWK menciut menjadi 836.635 jiwa. Usai diteliti lebih dalam lagi, jumlahnya kini tinggal 161.024 orang.