Kabar24.com, JAKARTA — Masyarakat harus tetap cerdas menggunakan hak suara dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak maupun Pemilihan Umum (Pemilu). Jangan sampai publik mudah dipengaruhi pihak-pihak tertentu yang berujung konflik.
Staf Ahli Sosial Ekonomi Polri Gatot Eddy Pramono mengatakan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya kelompk kelas sosial menengah bawah masih rentan dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.
"Karena masyarakat low class cenderung bergerak menggunakan emosi, kurang kritis dan kurang rasional," ujarnya saat menjadi pembicara dalam seminar bertajuk Netralitas Aparatur Negara (Polri, TNI, dan ASN) dalam Pilkada dan Pilpres yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Selain itu, Gatot menyampaikan dalam kondisi emosional dan kurang rasional, masyarakat kelas bawah mudah digiring oleh pihak-pihak tertentu yang pada ujungnya akan memunculkan gesekan dan konflik.
"Oleh siapa? Bisa saja pemegang kekuasaan, pemilik modal, pemilik media," jelasnya.
Terlepas dari kondisi struktur masyarakat, ada beberapa hal lain yang menjadi tantangan pada pelaksanaan Pilkada 2018 dan Pemilu Presiden 2019. Terutama yang berasal dari para kontestan politik.
"Para kontestan politik ini tidak ada yang mau kalah," lanjunya.
Selain itu, menurut Gatot, meningkatnya suhu politik, pelanggaran aturan pemilu, kampanye hitam, isu SARA, dan terutama media sosial menjadi tantangan berat lain yang akan dihadapi oleh Kepolisian Republik Indonesia, terutama yang terkait dengan netralitas anggota lembaga aparatur negara tersebut.
"Media sosial menjadi tantangan berat bagi Polri dalam menghadapi pelaksanaan Pilkada dan pemilu mendatang," ujarnya.
Media sosial, ujar Gatot, bisa berdampak pada munculnya sikap yang intoleran, radikalisme pro-kekerasan, cyber crime, hingga disintegrasi bangsa.