Bisnis.com,JAKARTA- Reformasi birokrasi harus terus dilakukan mengingat masih banyak birokrat yang menjadi terdakwa korupsi sepanjang 2017. Sebanyak 32,97% atau hampir sepertig terdakwa korupsi 2017 adalah berstatus pegawai pemerintah di berbagai tingkatan.
Berdasarkan penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam tren vonis perkara korupsi 2017, latar belakang profesi pelaku korupsi yang dapat teridentifikasi adalah 456 terdakwa (32,97%) berlatar belakang pegawai pemerintah di berbaga tingkatan, dilanjutkan dengan swasta sebanyak 224 terdakwa (16,20%), disusul oleh Kepala Daerah sebanyak 94 terdakwa (6,80%), BUMN/BUMD sebanyak 37 terdakwa (2,68%) perguruan tinggi sebanyak 34 terdakwa (2,46%) dan 33 terdakwa (2,39%) berlatar belakang anggota legislatif baik DPR/DPRD.
“Tren ini menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan terkait dengan latar belakang profesi pelaku tindak pidana korupsi dari 2015-2017. Mayoritas pelaku masih berlatar belakang pegawai negeri dengan sedikit perubahan di posisi-posisi selanjutnya, yang juga tidak signifikan,” ujar Lalola Easter, Peneliti Hukum ICW, Jumat (4/5/2018).
Besarnya jumlah PNS yang menjadi pelaku korupsi, lanjutnya, menunjukkan ada masalah serius dalam tata kelola pemerintahan daerah, di mana pegawai negeri masih selalu menduduki posisi pertama sebagai pelaku korupsi. Jika selama ini para kepala daerah menyatakan komitmennya untuk melakukan reformasi birokrasi sekaligus pencegahan korupsi, hal tersebut tidak tampak dari data tren vonis 2015-2017. Begitu pula dengan sektor swasta yang tetap menempati posisi kedua sejak 2015 – 2017.
Patut diduga, paparnya, korupsi yang melibatkan pihak swasta dan PNS adalah korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa, maupun dalam konteks penerbitan izin usaha karena hanya dalam konteks itulah terdapat persinggungan langsung natara pegawai pemda dengan swasta.
Dia menilai Presiden beserta jajarannya harus mengoptimalkan fungsi pengawasan internal terkait banyaknya pelaku korupsi berasal dari kalangan PNS. Penguatan lembaga-lembaga pengawas eksternal perlu diperkuat guna mengokohkan fungsi pengawasan. Selain itu, paparnya, perlu mendorong Kejaksaan dan KPK menerapkan pidana korporasi dalam menuntut perkara-perkara korupsi karena evaluasi Semester I 2017 menyebutkan ada dua korporasi yang dijatuhkan hukuman karena terlibat korupsi.
"Selain itu, untuk mekanisme pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin yang diduga menjadi penyebab tingginya pelaku korupsi yang berlatar belakang swasta dan pegawai negeri tingkat daerah, harus ada perbaikan mekanisme yang meminimalisasi pertemuan tatap muka antar kedua pihak tersebut, dan dapat mengidentifikasi potensi penyelewengan dalam sistem,” pungkasnya.
Sepanjang tahun 2017, ICW melakukan pemantauan terhadap perkara yang telah divonis yaitu sebanyak 1.249 perkara dengan 1.381 terdakwa,1 dengan total pidana denda sebesar Rp110 miliar dan total pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp1,446 triliun.
Terdapat peningkatan jumlah perkara dan terdakwa dari waktu-waktu sebelumnya, karena pada tahun 2017, sumber data diperoleh bukan saja dari Direktori Putusan Mahkamah Agung, tapi juga dari SIPP masing-masing Pengadilan Negeri. Berdasarkan keseluruhan hasil pemantauan, rata-rata vonis pidana penjara yang dijatuhkan terhadap terdakwa tipikor di tiap tingkat pengadilan hanya 2 tahun 2 bulan penjara.