Kabar24.com, JAKARTA — Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI/Polri (FKPPI) berharap ada upaya untuk melakukan revisi UU tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dinilai belum memperkuat peran perusahaan pelat merah.
Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo mengatakan bahwa adanya upaya uji materi terhadap sejumlah pasal di UU No. 19/2003 tentang BUMN, perlu memperoleh dukungan untuk mengembalikan marwah BUMN.
Menurutnya, dukungan harus diberikan mengingat UU BUMN tersebut tidak sesuai dengan UUD NRI 1945.
Uji materi UU BUMN diajukan oleh AM Putut Prabantoro dan Letjen TNI (Pur) Kiki Syahnakri yang menyatakan Pasal 2 ayat 1 (a) dan (b) tentang Maksud dan Tujuan Pendirian BUMN serta Pasal 4 Ayat 4 tentang perubahan penyertaan keuangan negara yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, tidak sesuai dengan UUD NRI 1945.
Dalam penjelasannya Pontjo Sutowo menegaskan bahwa tantangan, ancaman, gangguan terhadap bangsa dan negara Indonesia di masa mendatang sangat berat.
Indonesia menjadi destinasi perang proxi oleh negara-negara hegemoni seperti AS dan China. Untuk memenangkan perang proxi itu, syarat utama yang harus dipenuhi oleh negara adalah melaksanakan amanat Pasal 33 UUD NRI 1945 yang harus berujung pada “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Baca Juga
“Jika kita tidak menguasai bumi, air dan kekayaan yang ada di bumi Indonesia, serta menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, bangsa asinglah yang akan menguasainya. Pada akhirnya jika bangsa asing yang menguasai seluruh kekayaan dan hajat hidup orang banyak, bangsa Indonesia menjadi budak lagi,” tegas Pontjo Sutowo dalam keterangan resminya, Selasa (24/4/2018).
Menurutnya, Indonesia harus membaca dengan cermat apa yang pernah disampaikan arsitek Perang Dingin AS, Henry Kissinger. Kissinger yang juga mantan Menlu AS itu, mengeluarkan suatu ungkapan, “Who controls the food supply controls the people; who controls the energy can control whole continents; who controls money can control the world” – Siapa yang mengontrol suplai pangan menguasai rakyat, siapa yang mengontrol energi menguasai benua dan siapa yang mengendalikan uang dapat mengontrol dunia.
Ungkapan Kissinger ini harus dipahami betul oleh bangsa Indonesia mengingat pada tahun 2050 akan ada ledakan penduduk mencapai hampir 10 miliar orang.
“Dengan ledakan penduduk dunia, ada tiga isu strategis yang harus diwaspadai yakni sembako (pangan), energi dan air. Dengan penduduk 10 miliar, orang harus makan, dan minum. Untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan dibutuhkan lahan dan lahan pangan membutuhkan air. Untuk menggerakan kesemuanya, dibutuhkan energi. Indonesia yang kaya akan segalanya akhirnya menjadi destinasi bagi negara-negara yang berpenduduk besar pada tahun 2050,” ujarnya.
Bagi Bangsa Indonesia, selain ketiga isu strategis itu, ada satu isu penting lagi yang krusial yakni teknologi, yang selama ini Indonesia sangat tergantung dari negara asing. Indonesia harus segera mengejar ketertinggalan dalam teknologi di semua bidang. Jika hal ini tidak dilakukan, Pontjo Sutowo menandaskan, akibatnya akan sama yakni Indonesia akan tergantung dari negara asing.
Indonesia, menurut Pontjo Sutowo, harus mengikuti Korea Selatan, yang bangkit dari keterpurukannya dan mengungguli Jepang, yang merupakan musuh bebuyutan di masa lalu.
Meski kaya dan memiliki segalanya terutama sumber kekayaan alam, hal itu tidak mempunyai arti apapun jika teknologi asli Indonesia tidak terbangun dalam kurun waktu 28 tahun menjelang tahun 2045 saat Indonesia berusia seratus tahun.
“Oleh karena itu, Indonesia harus melaksanakan amanat Pasal 33 UUD NRI 1945 agar dapat menguasai sumber kekayaan alamnya, dapat menguasai cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dan semuanya harus berujung pada kemakmuran rakyat. Cara yang dilakukan adalah DPR melakukan revisi atau rakyat bisa mengajukan judicial review semua peraturan termasuk UU, seperti gugatan terhadap UU BUMN. UU BUMN ini dibuat pada tahun 2003 di mana asing menjadi konsultannya,” jelas Pontjo Sutowo.