Bisnis.com, JAKARTA—Tekanan Amerika Serikat untuk mengubah kesepakatan nuklir dengan Iran dinilai sebagai pesan yang sangat membahayakan, yang tidak bisa dinegosiaikan sejumlah negara lain dengan Washington.
Pernyataan itu disampaikan Kementrian Luar Negeri Iran saat pemimpin AS dan Korea Utara bersiap merundingkan isu denuklirisasi.
Berbicara kepada wartawan, Sabtu (21/4/2018) waktu setempat, Menlu Iran, Javad Zarif juga mengatakan bahwa bagi Presiden Prancis, Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel “mencoba mendukung Presiden Donald Trump adalah sebuah upaya yang tidak ada gunanya."
Trump dilaporkan akan memutuskan apakah menambah sanksi ekonomi terhadap Iran pada 12 Mei mendatang. Sanksi itu akan menjadi pukulan baru terhadap kesepakatan soal nuklir antara Iran dan enam negara industri maju yang disepakati pada 2015.
Trump telah menekan sekutunya di Uni Eropa untuk bekerja sama dengan tujuan untuk menyempurkana kesepakatan nuklir tersebut. Macron dan Merkel akan bertemu dengan Trump di Washington pekan ini.
Baca Juga
“AS tidak hanya gagal mengimplementasikan kesepakatan dari sisi negaranya, namun malah meminta sanksi diperberat,” ujar Zarif yang tengah berada di New York untuk menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB.
Menurut Zarif, penambahan sanksi itu merupakan pesan yang sangat berbahaya bagi rakyat Iran dan juga warga dunia.
"Pesan itu menunjukkan bahwa Anda tidak akan mencapai kesepakatan dengan AS karena pada akhirnya prinsip pelaksanaan di pihak AS adalah apa yang telah menjadi hak saya, hak saya, sedangkan milik Anda harus dinegosiasikan,’” katanya sebagimana dikutip Reuters, Minggu (22/4/2018).
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley sebelumnya mengatakan bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah mencermati kesepakatan soal Iran. Kim melihat apa yang bisa dia manfaatkan dan berupaya melihat kelemahannya, "dan kami tidak ingin hal itu terjadi kembali,” ujarnya.
Dalam kesepakatan nuklir Iran, Taheran sepakat untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.
Pendahulu Trump, Presiden Barack Obama bersepakat bahwa Iran tidak akan membangun senjata nuklirnya, namun Trump menyatakan kesepakatan itu ada cacatnya yang harus disempurnakan.
Zarif mengancam kalau AS keluar dari kesepakatan nuklir maka Iran punya opsi untuk melanjutkan program nuklirnya.