Bisnis.com, JAKARTA – Partai Gerindra dan PDIP memiliki motivasi berbeda dalam memandang korelasi antara Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018 dengan Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden 2019.
Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Ferry Juliantono menilai Pilgub Jabar 2018 dapat menjadi proyeksi memenangkan Pileg dan Pilpres 2019.
Dia menargetkan jagoan partainya, Sudrajat-Ahmad Syaikhu, meraup 30% suara pada hari-H pencoblosan 27 Juni 2018.
“Kalau suaranya segitu, pasti pas Pileg 2019 suaranya Gerindra bisa saingan dengan PDIP yang waktu 2014 menang di Jabar,” ujarnya di Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Bahkan, Ferry memprediksi bakal calon presiden Gerindra Prabowo Subianto bisa memenangkan Pilpres 2019 di Jabar seperti kontestasi 5 tahun sebelumnya. Keyakinannya membuncah setelah Indobarometer merilis temuan baru tentang Pilgub Jabar 2018.
Elektabilitas Sudrajat-Syaikhu melesat sepanjang Januari-Maret dari 0,9% menjadi 5,4% yang diklaim Ferry berkat figur Prabowo. Sebaliknya, Jokowi dianggap pemicu kemerosotan elektabilitas Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulu dari 44,8% menjadi 36,7%.
Baca Juga
“Melihat hubungan keduanya, Pak Jokowi lebih mendukung Pak Ridwan Kamil dibandingkan pasangan PDIP Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan,” katanya.
Padahal, tambah Ferry, Jokowi kerap berkunjung ke Jabar dalam rangka dinas kepresidenan. Namun, efek blusukan dari bakal capres petahana tersebut tidak mampu mendongkrak Ridwan-Uu.
“Hipotesa ini harus diuji di tingkat nasional, tapi di Jabar ada efek positif untuk Pak Prabowo dan efek negatif untuk Pak Jokowi,” ujarnya.
PDIP
Namun, Ketua DPP PDIP Bidang Pemuda dan Olahraga Sukur Nababan menilai terlalu dini mengorelasikan pilkada dengan pesta demokrasi tahun depan. Menurutnya, tren naik-turun elektabilitas calon kepala daerah ditentukan oleh figur.
“Kalau lihat pilkada sebelumnya, figur populer itu sulit dikalahkan.”
Meski demikian, Sukur tidak menampik bahwa mesin partai bisa mendongkrak elektabilitas calon kepala daerah. Berbekal keyakinan itu, PDIP akan menggerakkan 350.000 pengurus partai di tingkat provinsi hingga anak ranting untuk menggenjot popularitas dan elektabilitas Hasanuddin-Anton.
“Dengan informasi yang terbuka mudah-mudahan terjadi perubahan fokus masyarakat dalam memilih. Bukan karena figur tapi apa yang akan dikerjakan kalau terpilih,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Indobarometer M. Qodari juga tidak sependapat dengan asumsi Ferry bahwa Jokowi memberi efek negatif bagi Ridwan-Uu. Berkaca dari pergelaran pilkada langsung sejak 2005 terlihat bahwa pengaruh sosok capres petahana dalam memenangkan calon kepala daerah memang tidak serta-merta.
“Kalau memang ada korelasinya, berarti sewaktu Pak Susilo Bambang Yudhoyono jadi presiden yang menang calon kepala daerah Partai Demokrat semua? Kan tidak,” tuturnya.