Bisnis,com, JAKARTA - Perdebatan di parlemen AS antara Partai Demokrat, Partai Republik, dan Presiden AS Donald Trump soal otoritas untuk memerintahkan serangan ke Suriah belum mencapai titik temu.
Pemerintahan Trump menggunakan alasan otoritas yang pernah diberikan ketika perang melawan teroris pada 2001 dan upaya memberantas kelompok milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Mayoritas anggota legislatif AS secara terbuka memang mengatakan tidak keberatan dengan alasan hukum pemerintah untuk melancarkan serangan.
Tapi, Trump mempertimbangkan untuk memperluas penyerangan ke otoritas pemerintahan Suriah, sebuah argumen yang ditentang oleh Kongres.
"Presiden Trump tidak punya otoritas yang sah untuk memperluas perang di Suriah,” ujar Senator Bernie Sanders sebagaimana dikutip VOANews.com, Jumat (13/4/2018).
Menurutnya, hanya Kongres, bukan presiden yang punya otoritas untuk mengumumkan perang dan Kongres tidak boleh mengabaikan haknya tersebut.
"Trump merupakan presiden, bukan raja. Dia perlu mendapat persetujuan Kongres jika ingin memulai serangan militer,” ujar Senator Demokrat Tim Kaine.
Baca Juga
"Jika serangan ke Suriah tanpa izin maka bagaimana kita menghentikan Trump untuk menyerang Korea Utara atau Iran?,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Suriah Bashar Assad mengatakan ancaman Barat untuk menyerang negaranya setelah dugaan serangan senjata kimia didasarkan pada "kebohongan".
Menurutnya, negara-negara tersebut berusaha untuk merongrong kemenangan pasukannya baru-baru ini di dekat Damaskus saat melawan pemberontak. AS dan sekutunya mengancam akan melakukan tindakan militer setelah pasukan pemerintah Suriah diduga melakukan serangan senjata kimia.
Para aktivis oposisi Suriah dan petugas medis menyatakan akibat serangan itu lebih dari 40 orang tewas.
Pemerintah Suriah membantah tuduhan itu. Assad Kamis lalu mengatakan negara-negara Barat marah, karena pasukan oposisi andalan mereka kalah di Ghouta timur, pinggiran Damaskus.
Rusia, sekutu penting Assad, menyatakan pasukan pemerintah telah menguasai sepenuhnya kota Douma, kubu pertahanan pemberontak yang terakhir di wilayah itu dan lokasi serangan senjata kimia yang dituduhkan, hari Sabtu (7/4/2018).
Assad mengatakan ancaman Barat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, dan tindakan militer hanya berkontribusi pada "ketidakstabilan lebih jauh" di wilayah tersebut.