Kabar24.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai negara adidaya dengan militer terkuat, ekonomi terbesar, dan budaya yang dominan. Namun faktor-faktor ini ternyata tidak selalu berbuah rasa hormat dari dunia internasional.
Keinginan negara lain untuk menaruh kepercayaan terhadap Amerika dengan kekuatannya yang luar biasa semakin berkurang. Pada saatnya ini dapat merongrong pengaruh negeri Paman Sam.
Padahal, semakin baik citra bangsa ini, semakin banyak pula pemerintah asing yang bersedia bekerja sama dengan pemerintah AS dalam memajukan tujuan bersama.
Coba tengok data Pew Research Center untuk tahun 2016 dan 2017, seperti dilansir CNBC. Dari 17 negara, hanya tiga negara – yakni Yunani, Hongaria, dan Nigeria — yang memberi peningkatan kesan positif terhadap Amerika.
Negara lainnya menurunkan pandangan positif mereka, beberapa bahkan mencatatkan penurunan yang dramatis, di antaranya Australia (60 menjadi 48), Kanada (65 menjadi 43), Prancis (63 menjadi 46), Jerman (57 menjadi 35), dan India (56 menjadi 49).
Selanjutnya adalah Italia (72 menjadi 61), Kenya (63 menjadi 54), Belanda (65 menjadi 37), Polandia (74 menjadi 73), Afrika Selatan (60 menjadi 53), Spanyol (59 menjadi 31), dan Swedia (69 menjadi 45).
Salah satu negara maju di Asia yakni Jepang menurunkan pandangan positifnya terhadap AS dari 72 menjadi 57. Inggris, yang justru merupakan salah satu sekutu terdekat Washington, ikut menurunkan pandangannya dari 61 menjadi 50.
Mungkinkah ini disebabkan faktor apapun selain pemerintahan Trump? Studi Pew Research Center yang dilakukan pada Juni lalu menunjukkan jawabannya adalah tidak.
Menurut para peneliti, sejak dilantik sebagai Presiden ke-45 AS pada 20 Januari 2017, pemerintahan Donald Trump telah berdampak besar pada bagaimana dunia melihat Amerika.
Trump berikut sejumlah kebijakan yang diusungnya tidak banyak diterima oleh kalangan internasional. Peringkat untuk AS pun telah menurun tajam di banyak negara.
Jajak pendapat Gallup yang diambil antara Maret dan November 2017 menemukan bahwa tingkat dukungan untuk kepemimpinan AS hanya mencapai 30%, turun dari 48% pada tahun 2016. Pada saat yang sama, tingkat penolakan naik dari 28% menjadi 43%.
Sebaliknya, pandangan terhadap kepemimpinan China, Jerman, dan Rusia secara umum tetap positif dan tidak berubah.
Secara keseluruhan, menurut Gallup, citra AS yang melemah pada tahun 2017 mencerminkan penurunan yang besar dan luas dalam tingkat dukungan serta peningkatan yang relatif sedikit.
Dari 134 negara, peringkat dukungan atas kepemimpinan AS menurun secara substansial — sebesar 10 poin persentase atau lebih — di 65 negara yang mencakup aliansi, mitra, dan calon mitra AS.
Rakyat Amerika menyadari bahwa daya tarik bangsanya berkurang. Ironisnya, pendapat mereka tentang bagaimana pihak lain memandang negara itu relatif konstan sepanjang waktu.
Ketika banyak orang asing ‘tidak menyukai’ Amerika, yang didentikkan dengan pemerintahannya, mereka justru menyukai warga Amerika termasuk yang tinggal di dalamnya.
Survei Pew menemukan, dari 2013 sampai 2017, peringkat dukungan untuk warga Amerika meningkat di 11 negara, tidak mengalami perubahan di satu negara, dan turun di 16 negara.
Ada dukungan luas untuk budaya dan kebebasan di AS, dengan tingkat dukungan median global masing-masing sebesar 65% dan 54%.
Penurunan tingkat dukungan di bawah mayoritas hanya diberikan oleh negara-negara Islam dan India, yang berada di tengah kebangkitan nasionalis Hindu. Meski demikian, mayoritas tidak menyukai ide-ide AS tentang demokrasi.
Skeptisisme itu mungkin mencerminkan peran kebijakan pemerintah AS yang seringkali bermaksud menyebarkan ‘demokrasi’ ke luar negeri.
Berbicara tentang tingkat kepercayaan terhadap presiden Amerika, George W. Bush memiliki penilaian yang sangat buruk ketika ia lengser dari kepemimpinannya dengan hanya mencapai 2% di Turki. Sementara itu, peringkat terendah untuk Barack Obama adalah 14 di Yordania.
Yang terbaik yang bisa dikatakan tentang tingkat kepercayaan untuk Donald Trump adalah bahwa ia tidak memiliki peluang pergerakan selain mengalami peningkatan.
Dalam artian luas, mayoritas orang asing melihat Trump sebagai pemimpin yang kuat, tetapi juga meyakini potensinya sebagai seorang yang arogan, berbahaya, dan tidak toleran. Tujuh negara, terutama India dan Israel, memberinya dukungan mayoritas tahun lalu.
Angka dukungannya mencapai satu digit di tiga negara (terendah di Meksiko), sedangkan angka dukungan di 23 negara lainnya mencapai kisaran belasan hingga dua puluhan.
Terlepas dari hal ini, sebagian besar orang di luar negeri menentang sejumlah kebijakan kontoversial Trump seperti menarik diri dari konvensi perubahan iklim Paris, membangun tembok perbatasan dengan Meksiko, mengakhiri kesepakatan nuklir Iran, serta larangan imigrasi untuk beberapa negara berpenduduk mayoritas muslim.
Dari 37 negara yang disurvei, empat negara memberi dukungan signifikan terhadap cara pendekatan yang diterapkan Trump, sedangkan 16 negara mayoritas menentang kebijakan tersebut.
Tentu saja, terkadang tindakan yang bisa jadi benar dilakukan tidak banyak disukai. Dalam hal ini, pemerintah AS tidak boleh mengejar popularitas dengan mengenyampingkan tujuan lain.
Namun sepatutnya disadari jika dukungan dan rasa hormat dari masyarakat asing dapat meningkatkan pengaruh pemerintah AS sekaligus mendorong pemerintah asing untuk bekerja sama.