Bisnis.com, JAKARTA - Munculnya dua nama baru --Puan Maharani dan Pramono Anung-- dalam persidangan dugaan korupsi e-KTP oleh terdakwa Stya Novanto, Kamis (22/3/2018), menimbulkan reaksi beragam.
Politisi PDIP Masinton Pasaribu berpendapat, apa yang disampaikan Setya Novanto di persidangan itu, adalah kelanjutan dari drama yang sudah ia mulai sejak bergulirnya kasus ini.
Pasalnya, saat dikonfrontir dengan tersangka kasus e-KTP, pengusaha Made Oka Masagung, tak ada yang menyebut pemberian uang untuk petinggi partai.
"Yang disampaikan Setnov ini bagian dari drama," kata Masinton dalam diskusi Polemik MNC Trijaya di Cikini, Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
Masinton pun menilai, hal itu juga merupakan bagian dari upaya Setnov mendapatkan status justice collaborator yang akan berdampka pada keringanan hukuman.
Dengan demikian, ia meminta agar KPK fokus menyelidiki nama-nama yang tertera dalam surat dakwaan, yang berjumlah 72 orang.
"Masa setiap nama yang disebut ditindaklanjuti. Digali dulu saja jangan gampang kemana-mana. Supaya ini tidak bias kasus ini. Nama-nama di dalam dakwaan itu kan ada puluhan, itu saja dulu," kata dia.
Diketahui, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 22 Maret, Setya Novanto mengungkan dua nama yang turut menerima aliran dana korupsi e-KTP, yakni Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani dan Menteri Sekretaris Kabinet Parmono Anung. Pernyataan tersebut langsung dibantah oleh keduanya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Mereka adalah, Irman; Sugiharto; Andi Agustinus alias Andi Narogong; Markus Nari; Anang Sugiana Sudihardjo; Setya Novanto; Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
Dalam kasus ini, dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sudah divonis terbukti bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Sementara, mantan Ketua DPR Setya Novanto masih dalam proses persidangan.
Adapun Anang Sugiana Sudihardjo Markus Nari, Irvanto Hendra Pambudi, dan Made Oka Masagung masih dalam proses penyidikan di KPK. Kedelapan orang itu diduga secara bersama-sama melakukan perbuatan tindak pidana korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.