Kabar24.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) telah menerima dan menetapkan majelis hakim yang menangani perkara Peninjauan Kembali atau PK kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah mengatakan perkara PK Ahok diterima oleh Kepaniteraan Pidana MA tanggal 7 Maret 2018.
"Majelis pemeriksa perkara yakni Artijo Alkostar, Salman Luthan dan Surmadiyatmo,” ujar Abdullah, Kamis (15/3/2018).
Menurut Abdullah, berkas telah dikirim ke majelis pemeriksa perkara pada 13 Maret 2018. Berkas diregister dengan Nomor: 11/PK/Pid/2018.
“Selanjutnya kami tunggu perkembangan pemeriksaan majelis,” tuturnya.
Basuki mengajukan PK atas vonis dua tahun bui yang ia terima atas kasus penistaan agama. Pengajuan PK itu didaftarkan ke PN Jakarta Utara.
Baca Juga
Juru bicara Pengadilan Jakarta Utara Jootje Sampaleng mengatakan Ahok mengajukan PK karena dua alasan. Alasan yang diajukan Ahok adalah adanya kekhilafan hakim dalam memutus perkara dan adanya pertentangan yang nyata antara fakta dan kesimpulan hakim.
“Jadi kekhilafan hakim itu dia anggap suatu kekeliruan yang nyata," kata Jootje Sampaleng pada Selasa (20/2/2018).
Menurut Jootje, Ahok menggunakan putusan terpidana perkara pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Buni Yani sebagai referensi pengajuan PK tersebut. Namun, Ahok tidak mengajukan novum alias bukti baru dalam permohonan PK.
Pada 14 November 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang diketuai M. Saptono memutus Buni Yani terbukti melanggar Pasal 32 ayat 1 Undang-undang ITE karena mengedit dan mengubah video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Buni Yani terbukti melakukan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik," tutur Saptono.
Buni Yani divonis 1 tahun 6 bulan penjara lalu dia mengajukan banding. Rekaman video hasil editan itulah yang kemudian dijadikan bukti memenjarakan Ahok.