Bisnis.com, JAKARTA - Siang ini, Senin (12/3/2018) aku datang ke RSCM Kencana. Bukan untuk berobat. Bukan pula membesuk teman yang sakit.
Sebab, sahabatku yang sedang dirawat di sini memang tidak boleh dibesuk sama sekali. Harus diisolasi.
Jadi, aku sengaja datang sekadar memberi semangat dan 'menghibur' anak-anak saja, yang kini sedang prihatin dan bersedih.
Di RSCM aku sempat bertemu beberapa teman dari Kompas. Ada James Novak Luhulima, Rusdi Amral, dan Budiman Tanurejo. Ada juga teman-teman dari Lexus.
Saat tiba di RSCM Kencana, kulihat jelas kecemasan yang amat sangat di mata mereka, anak-anak dari sahabatku. Mereka adalah putra-putri dari Mas Banu Astono, wartawan senior Kompas, dan istrinya, Mbak Wiwik.
Tentulah mereka cemas dan gelisah, karena kedua orangtuanya sedang berada di ruang bedah sejak pagi untuk menjalani operasi ginjal.
Sebelum berangkat ke RSCM, aku sempat melihat foto yang dikirim Danu Wibisono Astono via Whatsapp. Dia adalah salah satu putra Mas Banu.
Di foto itu, terlihat Mas Banu dan sang istri saling berpelukan, sesaat sebelum mereka masuk ruang bedah.
Yaaa... Sejak pagi tadi, Mas Banu dan Mbak Wiwik menjalani operasi ginjal secara bergantian. Operasi dimulai dari istrinya lebih dahulu. Setelah itu, barulah sang suami. Total operasi keduanya diperkirakan selesai dalam 8 jam.
Tidak bisa tidak, operasi ini harus dilakukan berurutan begitu, karena Mbak Wiwik masuk ruang bedah untuk diambil ginjalnya yang sebelah kiri. Dia mendonorkan ginjalnya untuk sang suami.
Segera setelah proses operasi Mbak Wiwik selesai, ginjal itu lantas dicangkokkan ke organ tubuh Mas Banu, yang sudah cukup lama mengalami masalah dengan kedua ginjalnya.
Selama bulan-bulan terakhir Mas Banu memang wira-wiri ke RS Permata Cibubur untuk cuci darah, dua kali sepekan. Dia tengah berjuang dan bertahan hidup dari sakit yang menderanya.
"Fungsi ginjalku tinggal 10%," ujar mas Banu Februari lalu, sambil memperlihatkan 'selang' yang menyembul di dada kirinya. Selang kateter itu terus-menerus menempel di dadanya, sebagai saluran darah saat dilakukan hemodialisis.
Alhamdulillah...
Tadi, sekitar pukul 13.30 tim dokter memberitahu keluarga bahwa operasi Mbak Wiwik sudah selesai dan segera masuk kamar perawatan. Kondisinya baik-baik. Tak ada yang perlu dicemaskan.
Tak lama kemudian, datang lagi kabar baik dari tim dokter, bahwa operasi transplantasi ginjal Mas Banu juga berjalan sukses.
Sejauh ini tidak ada resistensi (penolakan) dari tubuh terhadap keberadaan 'ginjal baru' tersebut.
Alhamdulillah... ini pertanda baik. Dan, Insya Allah begitu seterusnya.
WANITA TEGAR
Keputusan Mbak Wiwik untuk mendonorkan ginjalnya kepada suami, sangatlah luar biasa.
"Apalagi mama sebenarnya sangat takut sama jarum suntik. Kalo lihat jarum suntik, mama bisa jerit-jerit," begitu kata Danu, saat ngobrol di teras RSCM sambil nunggu perkembangan.
"Tapi entah kenapa Mama bisa tenang dan gak takut sama sekali menjalani operasi ini," kata Danu.
Namun, yang aku tahu pasti, kerelaan Mbak Wiwik melanjutkan hidup dengan satu ginjal, tidak lain karena bgitu besar rasa sayang dan cintanya kepada Mas Banu.
Dia melakukan semua itu, demi bisa melanjutkan kebersamaannya dengan sang suami sampai tua renta nanti. Dia begitu menghormati hidup dan kehidupan yang diberikan Sang Maha Pencipta.
Cuma itu alasan terpenting yang dia punya, selain tentunya ingin bersama sang suami melihat dan mendampingi anak-anaknya tumbuh dewasa dengan cita-citanya masing-masing.
Sebagai istri, Mbak Wiwik telah membuktikan kesetiaan secara terus-menerus tanpa cacat. Dia begitu setia mendampingi dan merawat Mas Banu sejak menikah tahun 1990.
Kini, dia kembali membuktikan keikhlasannya berkorban dengan rela 'menyerahkan' satu ginjalnya kepada sang suami.
Jika banyak orang bilang cinta adalah tentang kesetiaan dan keikhlasan berkorban, maka Mbak Wiwik telah membuktikan keduanya pada tingkat yang paling sulit untuk dilakukan siapapun.
Keputusan untuk menyerahkan satu ginjal kepada suami jelas bukan hal mudah. Karena itu, yang dia lakukan hanyalah berdoa kepada Allah SWT. Itu saja yang dia kerjakan setiap hari terutama sehabis salat, sambil menjalani hari-harinya secara normal.
Selama ini, beberapa kali saya ketemu di rumah, nyaris tak terlihat ada ketegangan atau kegalauan pada wajah Mbak Wiwik. Wanita ini begitu tegar. Begitu kuat.
Bahkan, beberapa pekan lalu saat saya dan Rouli Sijabat berkunjung ke rumah Mas Banu di Cibubur, Mbak Wiwik sempat membuatkan sendiri sop buntut untuk kami. Enaknya T.O.P!!
Kami makan malam dengan penuh canda bersama keluarga mereka. Semua tampak normal dan biasa saja. Padahal kami tahu, mereka tengah menjalani hari-hari yang sulit dan berat.
Menurut tim dokter, selama beberapa bulan ke depan, Mas Banu akan berada di ruang perawatan khusus dan tidak boleh dikunjungi.
Itu berarti akan cukup lama aku dan teman-teman tidak bisa berdiskusi sampai larut malam tentang problematik di industri otomotif, pupuk, makanan/minuman, migas hingga isu soal politik.
Untuk Mas Banu dan Mbak Wiwik, kami dan teman-teman hanya bisa berdoa semoga Allah SWT mengangkat penyakit Mas Banu hingga tak ada sakit yang tersisa.
Juga berdoa agar Allah SWT selalu menjaga Mbak Wiwik senantiasa tetap sehat.
Dengan begitu, cita-cita untuk menjalani hidup bersama hingga kakek-nenek bisa terwujud, dan melihat anak-anakmu sukses dalam ikatan yang penuh bakti pada keluarga dan agama.
Aamin yaa robba'alamin.