Bisnis.com, JAKARTA - Gerakan Antikorupsi Lintas Perguruan Tinggi meminta pemerintah merancang ulang sistem kependudukan yang mendukung program pajak dan subsidi.
Ketua Gerakan Antikorupsi Lintas Perguruan Tinggi Agustanzil Sjahroezah mengatakan pihaknya menginisiasi diskusi terbatas dengan mengundang KPK, Kemenkeu, Kemendagri, Kantor Staf Presiden, dan Kemenhan untuk menelaah tindak lanjut setelah pengungkapan kasus megakorupsi KTP elektronik.
"Megakorupsi KTP-elektronik merupakan bukti kongkrit bahwa proyek KTP-el dijadikan bancakan berbagai pihak dan tidak sesuai dengan UU Kependudukan dan kami mengapresiasi KPK yang telah membongkar kejahatan korupsi dan menyeret sejumlah aktor peiakunya," ujarnya di Gedung KPK, Jumat (9/3/2018).
Dalam diskusi, pihaknya menyoroti dampak dari korupsi itu yang membuat negara tidak mendapat manfaat semestinya seperti terjadi pemborosan keuangan negara yang terus berlanjut karena negara harus belanja Rp222 miliar untuk blanko selama kurun waktu 2016- 2017 saja.
Ada pula kerugian akibat penggunaan sistem dan lisensi biometri yang mencapai Rp800 miliar lebih dan akan terus berlanjut serta chip dalam KTP dianggap berkapasitas rendah dan sistem operasinya tidak kompatibel untuk mendukung berbagai program pemerintah seperti pajak, program sosial,kesehatan, dan pendataan pemilih untuk Pemilu.
Karena itu, pihaknya menilai pengusutan perkara ini harus menjadi koreksi mendasar dan menyeluruh pembangunan sistem kependudukan yang andal, aman, dan mempunyai nilai guna tinggi.
"Atas dasar itu, kami meminta pemerintah dengan supervisi KPK untuk merancang ulang sistem KTP yang lebih bermanfaat dan mendukung program pemerintah di sektor perpajakan, alokasi anggaran dan subsidi tepat sasaran, dan lain-lain keperluan berbasis data kependudukan yang sahih, aman, dan dapat diandaikan," pungkasnya.