Kabar24.com, SURABAYA - Pabrikan alas kaki di Jawa Timur yang berorientasi ekspor tahun ini terancam kalah bersaing dengan pasar luar negeri terutama di kawasan Eropa Barat lantaran mulai berkembangnya industri sepatu di Eropa Timur yang lebih kompetitif.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim Winyoto Gunawan mengatakan persaingan yang ketat ini sebenarnya sudah mulai terjadi sejak tahun lalu, di mana perekonomian di Eropa Timur seperti Albania dan Bosnia mulai membaik dan industrinya mulai berjalan karena dukungan pemerintah.
"Nah, sekarang buyer-buyer dari Eropa Barat melirik ke Eropa Timur karena mereka memberikan tawaran yang menarik terutama dari segi harga alas kaki yang ditawarkan, juga pengiriman yang dekat tidak butuh banyak biaya," jelasnya kepada Bisnis, Senin (26/2/2018).
Dia mengatakan dari segi harga, biaya produksi di Indonesia jauh lebih mahal apalagi banyak faktor yang mendorongnya seperti adanya kenaikan upah minimum kota/kabupaten tiap tahun, ditambah lagi adanya upah sektoral 6% yang cukup memberatkan pengusaha.
"Upah sektoral ini dikenakan kepada industri padat karya, tentu berat sekali. Sementara di negara pesaing kita malah dapat berbagai subsidi dari pemerintahnya sampai 50%," katanya.
Selain itu, lanjut Winyoto, ekspor Indonesia ke negara tertentu juga dikenai pajak, misalnya Amerika Serikat mematok pajak 4% bagi eksportir Indonesia. Berbeda dengan produsen sepatu Vietnam yang mengekspor barang ke Amerika dikenai pajak 0%.
Baca Juga
"Ini bisa terjadi kalau ada bargaining power pemerintah kita ke negara-negara tujuan ekspor kita," imbuhnya.
Winyoto menambahkan dampak dari kondisi industri sepatu yant cukup kompleks itu sudah terlihat. Sejumlah perusahaan alas kaki Jatim mulai mencari lokasi lain untuk menekan biaya produksi, sebagian juga ada yang masih bertahan bahkan masih kuat karena merupakan perusahaan PMA.
"Sekarang jumlah perusahaan alas kaki di Jatim ada sekitar 50 perusahaan skala menengah dan besar, yang kecil-kecil juga banyak. Kalaupun awal tahun ini kinerja ekspor alas kaki meningkat, itu hanya perusahaan yang besar-besar," imbuhnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, produk alas kaki pada Januari 2018 mencapai US$53 juta atau mengalami pertumbuhan 16,57% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sepanjang Januari-Desember 2017 ekspor alas kaki tercatat mencapai US$461 juta.
Kepala BPS Jatim, Teguh Pramono mengatakan alas kaki telah menyumbang ekspor Jatim sebanyak 3,43%. Kontribusinya masih kecil dibandingkan komoditas lainnya seperti perhiasan/permata 17%, kayu dan barang dari kayu 7,23%, tembaga 6,35% dan ikan serta udang 6,27%.
"Secara total kinerja ekspor komoditas non migas Jatim pada Januari 2018 ini mencapai US$1,57 miliar atau naik 10,45% dibandingkan Desember 2017 atau naik 22,58% bila dibandingkan Januari 2017," katanya.
Negara penerima barang non migas terbesar selama Januari 2018 adalah negara-negara Asean US$0,32 miliar, Uni Eropa US$0,15 miliar, disusul Jepang US$0,26 miliar, Amerika Serikat US$0,26 miliar, dan Tiongkok US$0,1 miliar.