Bisnis.com, JAKARTA - Kualitas demokrasi Indonesia dianggap mengalami degradasi seturut pengesahan revisi UU MD3 yang memperkuat hak imunitas anggota DPR.
Agung Sulistyo, peneliti hukum sekaligus Deputi Direktur PARA Syndicate mengatakan bahwa 20 tahun silam ketika reformasi menggulung pemerintahan Orba, keran demokrasi dibuka lebar dengan berfondasi pada Penetapan MPR No.7/1998.
“Melalui TAP itu, kebebasan berpendapat, berekspresi dan menyalurkan aspirasi ke perwakilan ditanamkan dengan sungguh-sungguh. Sayangnya, perjalanan ini tidak hanya tersendat tapi mungkin berputar arah mundur. Padahal banyak anggota DPR saat ini merupakan aktivis saat reformasi,” ujarnya dalam diskusi di Kantor PARA Syndicate, Jumat (23/2/2018).
Dia mengatakan, tanda kemunduran demokrasi pertama terlihat pada 2008 ketika UU Informasi Transaksi Elektronik disahkan yang membungkam banyak kritik terhadap kekuasaan.
Setelah itu, 10 tahun kemudian, pada 2018, giliran DPR mengesahkan revisi UU MPR DPR DPD dan DPRD yang memuat banyak pasal kontroversi seperti imunitas anggota dewan yang berlebihan.
“Dengan demikian DPR berupaya membentengi dirinya. Ada apa ini?” tanya dia retoris.
Baca Juga
Dia menguraikan bahwa dalam revisi UU MD3 tersebut termuat beberapa pasal pemidanaan terhadap para pengkritik DPR.
Padahal sudah ada tiga putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa penghinaan dan pencemaran nama baik anggota DPR seharusnya merupakan delik aduan dan bersifat personal sehingga tidak ada penghinaan terhadap pejabat dan jabatannya.
Menurutnya, keengganan Presiden Jokowi untuk menandatangani UU tersebut merupakan strategi mengulur waktu karena UU tersebut akan berlaku dengan sendirinya 30 hari setelah diputusan dalam rapat paripurna.
Langkah berikut yang bisa diambil Presiden Jokowi adalah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang isinya membatalkan berbagai pasal yang dianggap kontroversial.
Langkah berikutnya, lanjutnya, pemerintah mengusulkan revisi UU MD3 yang nantinya akan dibahas bersama DPR karena Perppu hanya bersifat sementara meski proses ini bakal memerlukan lobi-lobi politik yang kuat mengingat hanya dua fraksi saja yang menolak revisi UU MD3 belum lama ini, yakni NasDem dan PPP.
Menurut Agung, yang paling mungkin adalah membatalkan melalui judicial review di MK. Tapi, dengan kondisi yang ada, ia pesimistis gugatan uji materil akan dimenangkan oleh MK.