Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pernah Menang di MK, Penggugat UU BUMN Optimistis Menang Lagi

Serikat Pegawai PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) optimistis memenangkan gugatan uji materi UU No. 19/2013 tentang Badan Usaha Milik Negara atau UU BUMN di Mahkamah Konstitusi.
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta. Bisnis.com/Samdysara Saragih
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta. Bisnis.com/Samdysara Saragih

Kabar24.com, JAKARTA — Serikat Pegawai PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) optimistis memenangkan gugatan uji materi UU No. 19/2013 tentang Badan Usaha Milik Negara atau UU BUMN di Mahkamah Konstitusi.

Pemohon gugatan teregistrasi No. 12/PUU-XVI/2018 ini adalah jajaran anggota DPD Serikat Pegawai PLN Wilayah Sumatra Selatan, Jambi, dan Bengkulu (PLN WS2JB).

Mereka memiliki pengalaman berperkara di MK saat mengajukan uji materi Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan soal larangan perkawinan sesama rekan kerja.

Pada 14 Desember 2017, MK mengabulkan permohonan beregistrasi No. 13/PUU-XV/2017 itu. Berkat kemenangan tersebut, perusahaan di Indonesia tidak lagi berhak melarang karyawan mereka menjalin ikatan perkawinan.

“Kemenangan 14 Desember 2017 itu jadi inspirasi kami. Alhamdulillah berkat doa orang banyak dikabulkan MK,” kata Ketua DPD Serikat Pegawai PLN WS2JB Jhoni Boetja saat dikonfirmasi Bisnis.com, Rabu (14/2/2018).

Untuk permohonan kali ini, Jhoni meyakini MK bakal kembali memenangkan gugatan Serikat Pegawai PLN. Seperti halnya gugatan larangan nikah sekantor, kali ini pemohon tidak didampingi oleh kuasa hukum.

“Kami juga enggak ada saksi ahli. Bisa datang ke Jakarta untuk sidang saja sudah alhamdulillah,” katanya.

Pemohon perkara No. 12/PUU-XVI/2018 menggugat Pasal 14 Ayat 3 huruf a, huruf b, huruf d, huruf g, dan  huruf h UU BUMN karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Pasal itu mengatur kewenangan Menteri BUMN atau kuasanya dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) mengenai (a) perubahan jumlah modal, (b) perubahan anggaran dasar, (d) penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, dan pembubaran persero. Selanjutnya, (g) pembentukan anak perusahaan atau penyertaan, serta (h) pengalihan aktiva.

Para pemohon berdalih kewenangan Menteri BUMN dan kuasanya dalam RUPS, terutama mengenai peleburan dan penggabungan, berpotensi mengarah pada swastanisasi. Imbasnya, karyawan rentan mengalami pemberhentian hubungan kerja (PHK). Mereka mengacu pada UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan perusahaan hasil peleburan dan penggabungan berakhir karena hukum tanpa likuidasi terlebih dahulu.

“Dengan berakhirnya perseroan maka pegawai dalam perseroan tersebut dapat dilakukan PHK sesuai UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,” tulis pemohon.

Para pemohon juga keberatan dengan proses peleburan dan penggabungan BUMN tanpa pelibatan Dewan Perwakilan Rakyat. Argumen ini didukung dengan eksistensi PP No. 72/2016 tentang Perubahan atas PP No. 44/2006 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Negara pada BUMN dan PT.

Beleid ini dianggap memungkinkan swastanisasi BUMN tanpa pengawasan parlemen.

Para penggugat yang merupakan karyawan PLN turut mencemaskan privatisasi BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti PLN. Apalagi, berdasarkan pengaturan daftar negatif investasi (DNI) pada Perpres No. 39/2014 tercantum bahwa usaha pembangkit listrik, transmisi tenaga listrik, dan distribusi tenaga listrik, swasta dapat memiliki saham hingga 95%-100%.

“Yang mana akan menghilangkan fungsi negara untuk menguasai cabang produksi yang penting bagi negara yang menyangkut hidup orang banyak,” tulis pemohon.

Gugatan Pasal 14 UU BUMN teregistrasi di MK pada Selasa (13/2/2018) kemarin. Selain perkara ini, gugatan terhadap norma UU BUMN ke MK juga dilayangkan oleh Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonesia (TAKEN).

Pemohon meminta uji materi Pasal 2 ayat (1) huruf a dan b serta Pasal 4 ayat (4) UU BUMN. Pasal 4 ayat (4) mengatur mekanisme perubahan penyertaan modal negara melalui peraturan pemerintah. Namun, gugatan TAKEN masih menunggu pemberian nomor registrasi perkara di MK.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper