Kabar24.com, JAKARTA — Penyerangan gereja, persekusi biksu Budha, hingga sederetan aksi kekerasan mengatasnamakan agama di Indonesia dinilai masih belum terindikasi dengan momen tahun politik yang berlangsung sepanjang 2018—2019.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa belum menemukan adanya indikasi kepentingan politik yang bermain di balik kejadian-kejadian intoleransi tersebut.
“Saya kok belum melihat ke arah sana. Hanya kasuistik, walaupun sudah dalam tahap yang harus diantisipasi dan meningkatkan kewaspadaan. Apapun itu, setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan mendapatkan perlindungan untuk melaksanakan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing,” katanya di Istana Negara, Senin (12/2/2018).
Lebih lanjut, dia juga belum berani membeberkan adanya motif dibalik maraknya kejadian intoleransi tersebut. Meskipun demikian, Tjahjo mengemukakan kejadian semacam itu merupakan ancaman konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Untuk mencegah kejadian serupa tidak terulang lagi, Kemendagri hanya memiliki kewenangan untuk meningkatkan kinerja forum komunikasi umat beragama.
Sejumlah pihak mulai dari Kapolri hingga Presiden juga mengharapkan adanya penindakan tegas terhadap pelaku kejadian yang mengancam kemajemukan bangsa Indonesia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bahwa konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama.
Untuk itu, Jokowi menekankan pemerintah tidak memberi tempat bagi pihak-pihak yang menyebarkan intoleransi di Indonesia karena masyarakat sudah tinggal berpuluh-puluh tahun di tengah keragaman.
"Tidak ada tempat bagi mereka yang tidak mampu bertoleransi di negara kita, apalagi dengan kekerasan. Saya minta aparat dan negara menjamin penegakan konstitusi," katanya.