Bisnis.com, JAKARTA - KPK bakal bongkar tuntas skandal tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia. Indikasi tersebut terkuak dengan memanggil saksi yang diperkirakan tahu skandal itu.
Selasa (6/2/2018) ini, Komisi Pemberantasan Korupsi dijadwalkan, bakal memanggil empat saksi untuk tersangka Emirsyah Satar. Tidak tanggung-tanggung, mereka yang dipanggil pun, pejabat teras di BUMN itu.
Empat saksi itu antara lain Direktur Teknik PT Garuda Indonesia 2007-2012 -- sekarang menjabat Direktur Produksi PT Citilink Indonesia-- Hadinoto Soedigno, pensiunan pegawai PT Garuda Indonesia Agus Wahjudo, serta dua pegawai PT Garuda Indonesia masing-masing Rajendra Kartawiria dan Reanindita.
"Ya…Hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap empat saksi untuk tersangka Emirsyah Satar itu dilakukan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Bahkan, pengungkapan kasus itu, penyidikan dilakukan menggunakan double proses paralel sekaligus, dan itu yang sedang berjalan saat ini. "Ya…Untuk Garuda, ada dua proses paralel yang berjalan," ujar Febri.
Pertama, proses lintas negara karena "mutual legal assistance" atau MLA sudah diajukan dan tinggal menunggu proses di negara masing-masing. "Itu tentu kami cenderung menunggu karena proses MLA sudah kami lakukan," katanya.
Baca Juga
Proses kedua, pihak KPK juga telah memanggil saksi-saksi dan tersangka untuk diperiksa dalam beberapa minggu ini.
"Kami ingin memastikan kembali, mengklarifikasi terkait hubungan-hubungan hukum, kontrak, dan perjanjian atau proses pengadaan yang terjadi di Garuda saat itu," tutur Febri.
Tentu, yang didalami atau dijadikan fokus kaitan antara proses pengadaan dan pihak-pihak di pengadaan itu terkait dengan dugaan "fee" yang diberikan pada tersangka. Selain itu, kata dia, KPK juga sedang mengumpulkan bukti-bukti sekuat-kuatnya dalam kasus tersebut.
Bukti-bukti ini bisa berasal dari dalam negeri, bisa berasal dari luar negeri. Komunikasi yang intens sudah dilakukan KPK sebelumnya dengan Inggris dan Singapura karena proses hukum di sana juga berjalan. "Jadi kami melakukan pertukaran informasi. Namun, proses formil MLA masih berjalan hingga saat ini," kata Febri lagi.