Kabar24.com, PHNOMPENH - Mengambil sikap oposisi di negara seperti Kamboja membuat pelakunya merasa tidak aman dan merasa hidupnya terancam.
Pemimpin oposisi bersuara lantang Kamboja lari dari negara itu pada Selasa (3/10/2017). Ia mengatakan, takut akan keselamatan dirinya setelah Perdana Menteri Hun Sen mengancam penangkapan lebih lanjut atas politisi oposisi.
Kem Sokha, pemimpin Partai Penyelamatan Bangsa Kamboja (CNRP), ditangkap pada 3 September dan didakwa melakukan pengkhianatan dalam tindakan keras meluas terhadap penentang Hun Sen. Tindakan Hun Sen itu dinilai lawan politiknya sebagai siasat untuk menang dalam pemilihan umum tahun depan.
"Tanpa oposisi sejati dan dengan ketakutan luas, tidak ada harapan untuk pemilihan umum bebas dan adil pada 2018," kata Mu Sochua, 63, kepada Reuters sesudah meninggalkan Kamboja, dengan menambahkan bahwa ia "merasa tidak aman".
"Demokrasi di Kamboja dengan cepat terkikis ke titik tidak ada lawan tersisa untuk melawan kediktatoran," kata wanita itu.
Juru bicara pemerintah Phay Siphan menyatakan Mu Sochua "pergi atas pilihannya sendiri" dan ia tidak tahu apakah pihak berwenang berencana menangkapnya.
Baca Juga
Mu Sochua dikenal di mancanegara atas upayanya memerangi perdagangan seks dan menegaskan hak perempuan serta menjadi politisi lawan paling lantang di Kamboja sejak Kem Sokha ditangkap dan dituduh berencana mengambil alih kekuasaan dengan bantuan Amerika Serikat.
Ia mengatakan kepada Reuters pekan lalu bahwa sekitar setengah dari anggota parlemen asal CNRP meninggalkan negara itu karena takut.
Hun Sen, yang memerintah lebih dari tiga dasawarsa, pada Senin mengancam menangkap lebih banyak politisi oposisi, menyebut mereka "pemberontak di kota" untuk mengadakan "revolusi warna" meski gagal pada masa lalu.
Negara Barat mengecam penangkapan Kem Sokha dan menyerukan pembebasannya, dengan mengatakan meragukan kepercayaan akan pemilihan umum pada tahun depan. Tapi mereka tidak memberikan gelagat akan mengambil tindakan terhadap pemerintahan Hun Sen.
Sementara itu, China menyuarakan dukungan bagi pemerintah Hun Sen.
Hunsen, 65, adalah mantan komandan Khmer Merah, yang membelot dari kelompok itu. Seperti diketahui, Khmer Merah pernah melakukan gerakan pemunahan massal yang menghancurkan Kamboja pada 1970-an.
Posisi kuat CNRP pada pemilihan anggota dewan daerah pada Juni menunjukkan adanya perlawanan sengit bagi Hun Sen dalam pemilihan umum tahun depan.
Meski pertumbuhan ekonomi tahunan mencapai 7%, yang membantu mengubah Kamboja dari negara gagal, kemarahan rakyat berkembang akibat ketidaksetaraan dan tuduhan perkoncoan.
Dalam tanggapan pertamanya sejak ditangkap, Kem Sokha di Facebook pada Senin menyatakan mengupayakan perubahan baik di Kamboja melalui kotak suara dan tidak melalui revolusi seperti yang dituduhkan. Salah satu dari tiga wakilnya tetap berada di Kamboja.
Bukti video tahun 2013 menunjukkan bahwa terhadap Kem Sokha mengatakan kepada pendukungnya bahwa dirinya mendapat dukungan dari orang Amerika Serikat untuk mendapatkan kekuasaan.