Kabar24.com, JAKARTA – Meningkatnya tensi di semenanjung Korea yang dipicu perang retorika terbaru antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara mendorong seruan dari berbagai pihak untuk menahan diri.
Mantan Menteri Luar Negeri AS Madeleine Albright, pejabat paling senior yang pernah mengunjungi Pyongyang, menyerukan pentingnya menurunkan temperatur perang adu mulut antara kedua belah pihak.
“Saya agak khawatir dengan risiko yang dapat terjadi,” ujar Albright.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan bahwa satu-satunya solusi untuk krisis tersebut adalah terkait dengan politik.
“Kalimat yang berapi-api bisa menyebabkan kesalahpahaman fatal,” tutur juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada awak media.
China, negara tetangga sekaligus sekutu utama Korea Utara, yang telah mendukung penerapan sanksi terkini PBB atas program nuklir Pyongyang, juga menyerukan pengendalian diri oleh semua pihak.
Baca Juga
“Kami ingin agar semuanya menjadi tenang. Ini menjadi terlalu berbahaya dan tidak menguntungkan siapa pun,” kata Duta Besar China untuk PBB Liu Jieyi, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (26/9/2017).
"Kami tentu berharap [Amerika Serikat dan Korea Utara] akan melihat bahwa tidak ada jalan selain negosiasi untuk menyelesaikan masalah nuklir di Semenanjung Korea. Jika tidak adalah bencana,” lanjut Jieyi.
China menyatakan pentingnya setiap pihak menerapkan semua resolusi PBB terkait Korea Utara, yang menyerukan sanksi berikut upaya lebih ketat untuk melanjutkan dialog.
Media pemerintah China mengabarkan bahwa Presiden China Xi Jinping, melalui sambungan telepon dengan Perdana Menteri Inggris Theresa May, mengungkapkan harapannya agar Inggris dapat memainkan peran konstruktif dalam mencapai solusi damai melalui diskusi.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada Senin (25/9), Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong Ho menyatakan bahwa Presiden AS Donald Trump telah mendeklarasikan perang terhadap Korea Utara.
Oleh karenanya, Pyongyang memiliki hak untuk melakukan langkah penanggulangan, termasuk menembaki pesawat pengebom AS meskipun tidak sedang mengudara di wilayahnya.
Pernyataan Ri Yong Ho merujuk pada komentar Trump dalam Twitternya pada hari Sabtu. Komentar Trump bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un “tidak akan bertahan lebih lama lagi” jika bertindak berdasarkan ancaman, dianggap sebagai sebuah deklarasi perang.
Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders serta merta menanggapinya dengan membantah bahwa AS telah mengumumkan perang. “Pemikiran tersebut tidak masuk akal,” ujar Sanders.
Sejumlah pakar bidang pertahanan mengatakan bahwa Korea Utara akan mengalami kesulitan jika menembaki pesawat pengebom AS dengan rudal atau pesawat tempur, mengingat kemampuan Korut yang terbatas. Jika hal ini dilakukan dan gagal, makan Korut akan tampak lemah.
“Tidak mungkin mengambil risiko seperti itu. Ini terdengar seperti upaya lain oleh Korea Utara untuk menghalangi tindakan AS yang tidak disukai rezim tersebut,” kata Bruce Bennett dari Rand Corp.